REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) meminta Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk meningkatkan pendapatan cukai dengan kebijakan ekstensifikasi objek cukai. Permintaan itu sebagai respons rencana pemerintah menaikkan lagi tarif cukai hasil tembakau (CHT) tahun depan, meskipun di 2015 lalu telah menaikkan tarifnya rata-rata 11,9 persen.
Sekretaris Jenderal Gappri Hasan Aoni Aziz menilai pemerintah sebaiknya berhati-hati dengan rencana menaikkan kembali tarif CHT tahun depan. Faktor utama yang menurut Hasan perlu dicermati pemerintah adalah rendahnya realisasi penerimaan cukai sampai April 2016 akibat rendahnya daya beli masyarakat.
“Selain itu dua tahun terakhir, terjadi penurunan yang signifikan dari CHT. Jangan sampai industri ini kembali terkena dampak yang akan berakibat lebih serius,” kata Hasan di Jakarta, Selasa (10/5).
Menurutnya, Gappri telah meminta Kemenkeu untuk berani melakukan ekstensifikasi objek cukai sehingga target penerimaan cukai tahun depan tidak hanya dipanggul oleh industri rokok. “Pemerintah harusnya lebih kreatif lagi menggali objek cukai baru untuk mencapai target,” katanya.
Ditilik dari kinerja industri 2016, data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menunjukkan penerimaan cukai hasil tembakau masih belum memuaskan. Menurut Direktur Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai, Sugeng Aprianto, realisasi penerimaan cukai per April 2016 hanya mencapai Rp 19,2 triliun, turun 44,9 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.
Pos yang turun paling jauh adalah penerimaan cukai hasil tembakau (CHT). Realisasi cukai hasil tembakau per April 2016 sebesar Rp 17,6 triliun, lebih rendah 47,3 persen dari penerimaan tahun lalu di periode yang sama sebesar Rp 33,4 triliun.
Meskipun demikian, Sugeng mengatakan optimistis realisasi cukai tembakau akan membaik pada semester kedua, karena konsumen sudah mulai bisa beradaptasi dengan perubahan tarif cukai.
Penurunan penerimaan terbesar berasal dari pos CHT, yang merosot 47,3 persen menjadi Rp 17,6 triliun dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 33,4 triliun.
Ketua Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM SPSI) Sudarto menilai pemerintah tidak adil jika hanya memerhatikan aspek kesehatan saja, ketika mengambil kebijakan menaikkan tarif CHT.
“Pemerintah belum benar-benar mengetahui peta industri rokok, kami bukannya antiregulasi. Tapi kenaikan cukai akan lebih banyak berdampak pada penurunan kesejahteraan para pekerja. Ini yang menjadi perhatian utama kami,” tegasnya.
Akhir bulan lalu, Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro memberi sinyal bakal menaikkan lagi tarif CHT pada 2017. Bambang mengatakan kenaikan tarif CHT sesuai dengan peta jalan mengurangi konsumsi masyarakat terhadap rokok. "Pasti ada kenaikan tarif cukai tahun depan," katanya.