REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) telah memutuskan untuk melakukan pelonggaran kebijakan maleo prudensial. Salah satunya adalah melalui relaksasi ketentuan rasio Loan to Value (LTV) dan Financing to Value (FTV). Kebijakan ini nantinya akan berlaku untuk pembiayaan rumah tapak, rumah susun dan ruko.
Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Darmin Nasution pelonggaran ini akan sangat berdampak besar. LTV yang kecil saja akan memberikan dampak besar, apalagi dengan penurunan LTV mencapai lima persen.
Meski demikian, penurunan ini belum tentu bisa merangsang masyarakat untuk melakukan pembelian rumah. "Pada akhirnya masyarakat yang menentukan cukup atau tidak," ujar Darmin di kantornya, Kamis (16/6) malam.
Tapi dengan penurunan BI rate dan inflasi yang terjaga, semua kemungkinan termasuk peningkatan pembelian properti masih bisa terjadi. Apalagi kebutuhan akan properti setiap tahunnya terus tumbuh.
"Kita ga usah menurunkan ini (LTV) terlalu besar. Susah juga mengharapkan itu (pembelian properti) ditengah situasi ekonomi seperti ini," ujar Darmin.
Sebelumnya, dalam kebijakan BI, uang muka yang harus dibayar oleh nasabah turun rata-rata sebesar 15 persen dari semula 20 persen berdasarkan jenis rumah yang dibeli. Aturan ini berlaku bagi bank yang memiliki rasio kredit bermasalah untuk KPR dan NPL total di bawah 5 persen.
Ketentuan yang baru berlaku efektif per Agustus 2016 ini juga dilakukan untuk pembiayaan melalui mekanisme indent. Selain penurunan pada properti konvesional, terdapat pelonggaran pengaturan pencairan kredit yang juga berlaku pada pembiayaan dengan prinsip syariah.
Pada pembiayaan rumah tapak, rumah susun, rukan sampai fasilitas kredit atau pembiayaan kedua, juga terdapat pelonggaran kredit melalui sistem indent. Kredit tetap akan cair tanpa harus menunggu rumah selesai dibangun.