Senin 20 Jun 2016 14:30 WIB

Mentan Akui Tabrak Aturan untuk Operasi Pasar Daging

Rep: Sonia Fitri/ Red: Nur Aini
Daging Sapi
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Daging Sapi

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Agenda pengendalian harga daging sapi agar sesuai dengan keinginan Presiden Joko Widodo terus dilancarkan dengan mengandalkan Operasi Pasar (OP). Namun, pelaksanaannya dinilai menabrak Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 58 Tahun 2015 tentang Pemasukan Daging, Karkas dan atau Olahannya ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia. Sehingga, aturan ini akan direvisi.

Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman di Jakarta, Senin (20/6) mengatakan pihaknya menggunakan daging industri untuk digelontorkan dalam operasi pasar. Ia mengakui hal itu merupakan diskresi atau penyimpangan dari agenda pengendalian harga daging sapi. Namun, Permentan tersebut akan segera direvisi. Berdasarkan keterangan dari Biro Hukum Kementan, proses revisi baru akan dimulai siang ini, Senin (20/6) dan ditargetkan rampung sebelum Lebaran 2016.

Permentan tersebut merupakan hasil revisi dari Permentan Nomor 139 Tahun 2014 yang resmi dicabut pada 25 Desember 2015. Meski begitu, Permentan hasil revisi tetap menyatakan larangan peredaran produk daging industri impor ke konsumen umum. Dalam pasal 31 tertulis, tujuan penggunaan karkas daging pemasukan untuk hotel, restoran dan katering, dan keperluan khusus lainnya.

Keperluan khusus yang dimaksud yakni disebut di ayat tiga meliputi kiriman hadiah atau hibah untuk keperluan ibadah sosial dan penanggulangan bencana, keperluan perwakilan negara asing atau lembaga internasional beserta pejabatnya yang bertugas di indonesia. Selain itu untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan atau contoh yang tidak diperdagangkan (keperluan pameran) sampai dengan 200 kilogram.

Menganalisis hal tersebut, Pakar Tata Negara dari Universitas Indonesia (UI) Refly Harun menyebut, aturan diskresi oleh pelaku pemerintahan telah dipaparkan dalam UU Nomor 30 Tahun 2014. "Diskresi bisa dilakukan dengan beberapa persyaratan," ujarnya.

Persyaratan tersebut di antaranya diskresi bertujuan untuk melancarkan jalannya pemerintahan, agar tidak terjadi stagnasi, jika ada kekosongan hukum, dan dilakukan ketika memberikan pilihan kebijakan atas hukum yang tidak jelas. Maka, jika dilihat dari ketentuan tersebut, kata dia, bisa dibilang apa yang dilakukan Mentan telah melanggar. 

"Jadi sepanjang niatnya baik, itu bisa dimaklumi, tapi diskresi itu tindakan sementara, harus dibarengi revisi Permentan yang ditabrak," ujarnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement