Senin 27 Jun 2016 23:33 WIB

JNIB Minta Jokowi Tolak RUU Pengampunan Pajak

Red: Ilham
Presiden Jokowi didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla
Foto: Setkab
Presiden Jokowi didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla

REPUBLIKA.CO.ID, -- JAKARTA -- Jaringan Nasional Indonesia Baru (JNIB), salah satu Ormas relawan pendukung Joko Widodo pada Pilpres 2014, menolak rencana pemeritah menyetujui RUU Pengampunan Pajak atau tax amnesty. RUU ini akan dibahas di DPR besok, Selasa (28/6).

Ketua Bidang Advokasi JNIB, Julfi Nazli mengatakan, RUU pengampunan pajak dengan sengaja melakukan diskriminasi terhadap wajib pajak yang selama ini patuh bayar pajak. Sebaliknya, pemerintah memberikan perlakukan khusus terhadap para pelaku kejahatan pajak.

"Misalnya membedakan perlakukan wajib pajak yang pantuh dan tidak patuh, yang sekolopok orang diberi keistimewaan, sebagian kelompok tidak diberi," katanya melalui siaran pers yang diterima Republika.co.id, Senin (27/6).

Menurut Nazli, perlakukan pembedaaan ini melawan konstitusi pasal 23A UUD 1945 Amandemen ketiga. Di sana disebutkan, pajak adalah kewajiban warga negara yang bersifat memaksa tanpa pengecualian bagi warga negara. Mereka yang memiliki pendapatan dan kekayan wajib menjadi objek pajak.

Nazli mengatakan, keadilan UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, khususnya Pasal 6 ayat (1) disebutkan 11 asas pembentukan peraturan perundang udangan, salah satunya memenuhi asas keadilan. "Asas keadilan mengandung arti bahwa setiap warga negara tanpa kecuali harus diperlakukan sama baik di hadapan hukum maupun fasilitas yang sama."

Dalam pejelasan pasal tersebut, pembentukan peraturan perundang-undangan harus memenuhi Asas kesamaan kedudukan dalam hukum. Materi muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh memuat hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang agama, suku, ras, dan golongan. "Sementara RUU Pengampunan Pajak hanya berlaku adil bagi mereka yang kena objek pengampunan pajak," tegas Nazli.

RUU Pengampunan Pajak, kata dia, melawan makna keadilan itu sendiri karena meberlakukan perlakuan khusus bagi para pelaku kejahatan pajak. Padahal, dalam keadaan seperti ini, pemerintah sudah harus menegakkan hukuman pidana, perdata, dan admisnitrasi perpajakan kepada para pelaku. RUU Pengampunan Pajak juga tidak bisa membedakan kekayaan yang diperoleh dari kejahatan seperti korupsi, kasus BLBI, dan lainnya.

JNIB memita Presiden Jokowi untuk memenuhi akuntabilitas konstitusinya terhadap warga negara. Jika tidak, JNIB akan memobilisasi wajib pajak yang patuh untuk tidak membayar pajak agar serupa seperti yang dilakukan para pengemplang pajak.

JNIB juga meminta kepada Wapres Jusuf Kalla untuk tidak terlibat dalam RUU Pengampunan Pajak. "Kami menemukan bahwa daftar keluarga Jusuf Kalla terdaftar memiliki kekayaan di Negara Tax Haven. Kepentingan negara tidak menguntungkan kepentingan keluarga."

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement