Jumat 22 Jul 2016 09:15 WIB

Jelang Repo Rate, Transaksi Repo Capai Rp 1,8 Triliun per Hari

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Nur Aini
 Warga melintas didekat logo Bank Indonesia, Jakarta Pusat, Rabu (1/7).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Warga melintas didekat logo Bank Indonesia, Jakarta Pusat, Rabu (1/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jelang reformasi kebijakan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) menjadi 7 Day Reverse Repo Rate pada 19 Agustus mendatang, pasar Repurchase Agreement (Repo) terus berkembang. Transaksi repo saat ini tercatat telah mencapai Rp 1,8 triliun per hari.

Kepala Departemen Pendalaman Pasar Keuangan Bank Indonesia, Nanang Hendarsah mengatakan, saat ini pasar repo melalui General Master Repurchase Agreement (GMRA) terus mengalami peningkatan transaksi, dibandingkan pada awal tahun saat bank baru mulai menandatangani GMRA untuk melakukan transaksi repo.

"Sekarang masih sekitar Rp 1,8 triliun per hari. Jumlah bank yang lakukan transaksi repo sekitar 25 bank. 64 bank sudah tandatangan GMRA termasuk semua BPD," ujar Nanang Hendarsah saat ditemui di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Kamis (21/7).

Nanang mengatakan, pihaknya akan terus mendorong transaksi repo ini. Karena selain juga sebagai kanal utama transaksi kebijakan utama moneter, repo juga akan menunjang stabilitas sistem keuangan.

Kendati begitu, ia menilai pasar repo juga tidak cukup karena dibutuhkan infrastruktur tambahan seperti lembaga Central Counterparty (CCP). Lembaga ini berfungsi mengurangi risiko sistemik melalui fungsinya sebagai penyelenggara kliring, penjamin transaksi, dan penyelenggara proses manajemen risiko transaksi di pasar keuangan. Menurut Nanang, salah satu negara yang cukup sukses dengan CCP ini adalah India.

"Seperti tadi di India, repo dilakukan juga melalui CCP. Karena kalau bilateral trade CCP masing-masing harus maintenance collateral. Tapi kalau lewat CCP, peserta atau pelaku per transaksi tidak perlu repot-repot melakukan maintenance collateral. Jadi CCP semuanya yang melakukan," kata Nanang.

Meski demikian, untuk membentuk CCP ini tidaklah mudah. Ada persyaratannya yakni memiliki modal besar, mempertimbangkan aspek legal, aspek infrastruktur, aspek kelembagaan, dan aspek risk management governance.

Selain itu, harus berkoordinasi dengan bank sentral, industri, dan otoritas lain. Saat ini BI sedang mempersiapkan roadmap untuk mengkaji pembentukan CCP dari berbagai aspek. "Kita harapkan dapat dibentuk di 2018," imbuhnya.

Untuk transaksi repo, kata Nanang, pihaknya tidak menargetkan berapa jumlah transaksi per hari jelang reformulasi kebijakan suku bunga acuan BI. Namun, ia berharap pada akhir tahun transaksi repo dapat mencapai Rp 5 triliun per hari. Sedangkan transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) saat ini masih cukup tinggi dengan jumlah sekitar Rp 12 triliun per hari.

"Tidak ada target tapi sebetulnya berharap akhir tahun bisa Rp 5 triliun, karena sekarang beberapa bank sudah mindahin dari PUAB ke repo," ujarnya.

Selain itu, ia juga berharap jika transaksi repo akan mencakup bukan hanya bank. Namun, juga Industri Keuangan Nonbank (IKNB) akan didorong menggunakan repo. "Tapi tentunya koordinasi dengan OJK," ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement