Sabtu 30 Jul 2016 06:21 WIB

Kisah Yusra Mardini, Pengungsi Suriah yang 'Berenang' ke Olimpiade

Rep: Gita Amanda/ Red: M.Iqbal
Yusra Mardini
Foto: IST
Yusra Mardini

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Yusra Mardini nampak seperti remaja kebanyakan. Dengan telepon pintar di genggaman, dia banyak mengumbar tawa. Namun perjalanan hidupnya tak seindah derai tawa itu.

Anak kedua dari tiga bersaudara ini mencintai renang sejak kecil. Ayahnya yang seorang pelatih renang di Suriah, membuat Mardini kecil rutin menghadiri klub renang. Hingga dia mencintai olahraga tersebut.

Namun, perang sipil di Suriah membawa hal berbeda. Dia masih hidup kala itu, namun tak benar-benar hidup. Rumahnya kerap dilalui tembakan yang membuat keluarganya harus terus berpindah.

Atap kolam renang tempatnya kerap berlatih di Damaskus, bolong akibat serangan bom. Mardini masih bisa melihat air, tapi tak lagi bisa berenang di dalamnya. Hal itu sangat menyiksa Mardini.

Akhirnya Mardini yang kala itu berusia 18 tahun memiliki dua pilihan, tetap di tanah airnya tanpa harapan atau melarikan diri. Dan dia pun pun memutuskan untuk ikut mengungsi bersama kakaknya, Sarah. "Mungkin saya akan mati di jalan. Tapi saya hampir mati di negara saya. Saya tak bisa berbuat apa-apa," katanya.

Pada 12 Agustus 2015, Mardini, Sarah dan dua sepupu ayah mereka pergi bersama pengungsi lain. Kelompok pengungsi ini tahu apa yang harus mereka lakukan, mengikuti jalan yang ditempuh empat juta pengungsi lain. Sekitar 30 menit perjalanan ke pulau Lesbos, mesin perahu mereka mati.

Air mulai mengaliri perahu yang berisi lebih dari 20 orang itu. Para penumpangnya kontan panik. Beban di perahu harus dikurangi atau sampan akan terbalik.

"Saya pikir akan memalukan jika saya tenggelam di laut karena saya perenang," kata Mardini kepada BBC World Service. Hanya sedikit yang bisa berenang. Maka Sarah memutuskan melompat yang kemudian diikuti Mardini.

Mereka berenang selama tiga setengah jam bersama wanita muda lainnya menyeret perahu jebol itu menuju pantai. Tiga puluh menit di darat mereka menyerah kelelahan dan nyaris tak bisa berenang lagi. Saat itu, Mardini membenci perairan terbuka.

"Saat itu di hadapan saya semua tampak abu-abu. Rasanya seperti seluruh hidup sata lewat di mata saya," katanya yang mengaku berenang menggunakan gaya dada sambil menarik perahu. Perjalanan panjang tersebut membawa Mardini ke Jerman, sebagai tempat kamp pengungsi sementaranya. Salah satu pertanyaan pertama yang diajukan Mardini di kota asing tersebut adalah dimana kolam renang terdekat.

Penerjemah berbahasa Mesir pun menunjukkan Wasserfreunde Spandau 04, salah satu klub renang tertua di Berlin. "Mereka melihat teknik renang kami, melihat itu bagus, mereka menerima kami," kata Mardini. Pelatih renang terkesan dengan teknik renang kedua bersaudara asal Suriah itu, terutama Mardini yang kini didukung oleh Komite Olimpiade Suriah.

Setelah empat pekan pelatihan, pelatih Mardini, Sven Spnnerkrebs, mulai membuat rencana untuk Olimpiade Tokyo pada 2020. Namun Maret tahun ini,  International Olympic Committee (IOC) mengumumkan bahwa akan ada tim dari para pengungsi di Olimpiade musim panas di Rio, Brasil. Nama Mardini masuk dalam 43 pengungsi yang dicatat IOC akan bermain dalam Olimpiade.

Kontan saja "pesan harapan" tersebut membuatnya menjadi buruan media. Wawancara wartawan dari Jepang, Amerika Serikat dan seluruh Eropa bahkan membuat pelatihnya harus melempar telepon Mardini ke kulkas. Perhatian-perhatian dari dunia membuatnya sulit, tapi dia mengaku tak takut harapan atau tekanan.

"Saya ingin menginspirasi semua orang. Ini bukan berarti saya harus membantu, tapi jauh dalam hati, saya ingin membantu pengungsi lain," katanya. Dua bulan sebelum Olimpiade Rio, Mardini menerima sebuah email dari IOC. Saat membacanya perasaan Mardini campur aduk. Gembira, haru.

Dia akan bersaing di Olimpiade. "Saya sangat senang. Ini mimpi yang menjadi kenyataan, Olimpiade adalah segalanya, ini kesempatan hidup," ujarnya.  Pelatih menggambarkannya sebagai sosok yang fokus. Ayahnya mengatakan, putrinya telah menghidupkan mimpinya

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement