REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia Arrmanatha Nasir menegaskan pemerintah Indonesia masih menjalin komunikasi dan kerja sama dengan Pemerintah Filipina terkait pembebasan 10 WNI di Filipina.
Menurut dia, koordinasi dan kerja sama juga dilakukan pihak perusahaan yang berkomunikasi dengan para pelaku penyanderaan. Pemerintah, kata Arrmanatha juga telah menyampaikan perkembangan terkini kepada pihak keluarga korban.
"Kita minta kesabaran keluarga. Kita juga sampaikan kepada pihak keluarga bahwa utamanya keselamatan para yang disandera," kata Arrmanatha di Jakarta Convention Center (JCC), Selasa (2/8).
Upaya pembebasan ini bukanlah hal yang mudah dilakukan, sehingga pemerintah bertindak secara hati-hati dalam mencari cara pembebasan para WNI. Dengan begitu, kesehatan para sandera dalam kondisi baik.
"Ini bukan satu hal yang simple ya, tapi kompleks. Sehingga kita hati-hati bergeraknya, cari terobosan, tapi kita hati-hati agar jangan sampai kesehatan atau nyawa yang disandera terganggu," jelas Arrmanatha.
Pemerintah, kata dia, juga selalu mengecek kebenaran informasi terkait kondisi para sandera kepada pemerintah Filipina. Menurut dia, pemerintah Indonesia selalu menanggapi serius kabar yang beredar terkait para sandera, termasuk ancaman-ancaman dari para pelaku penyanderaan.
"Intinya mereka ditahan saja sudah merupakan ancaman bagi nyawa mereka, jadi apapun yang mereka katakan kita anggap serius," kata dia.
Sebelumnya, Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Lalu Muhammad Iqbal, mengatakan tujuh warga negara Indonesia yang disandera kelompok bersenjata di Filipina selatan dalam kondisi baik. Menurut Lalu, pembebasan seluruh sandera dalam kondisi selamat menjadi prioritas utama pemerintah.
Baca juga, 7 Sandera WNI Ditahan Dua Kelompok Berbeda di Filipina.
Seperti diketahui, pada 20 Juni 2016 lalu, sebanyak tujuh warga Indonesia ABK Kapal Tugboat Charles 001 dan Kapal Tongkang Robby 152 disandera oleh kelompok bersenjata. Penyanderaan terhadap tujuh ABK Indonesia itu terjadi di Laut Sulu dalam dua tahap, yaitu pada 20 Juni sekitar pukul 11.30 waktu setempat dan sekitar 12.45 waktu setempat di Filipina Selatan.