REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) meminta Polda Riau tidak menyerah dalam mencari alat bukti, untuk mengungkap kasus kebakaran hutan dan lahan di Riau tahun 2015. Sebab sudah menjadi tugas kepolisian untuk mencari dan menemukan alat bukti peristiwa tersebut.
"Masuk dalam proses penegakan hukum bahwasanya polisi ini sulit mencari alat bukti, saksi dan lain itu. Kita kembalikan lagi, polisi diberikan kewenangan untuk melakukan itu jadi tidak ada alasan mengatakan menyerah untuk mendapatkan itu. Ini proses penegakkan hukum, jangan menyerah!" ujar anggota advokat PBHI, Afif Waldy di kantor Kompolnas, Jakarta Selatan, Selasa (2/8).
Afif membandingkan juga dengan penyelidikan yang dilakukan oleh Polda Metro Jaya dalam kasus tewasnya Wayan Mirna. Mungkin kata dia, penyidik telah menghabiskan miliaran anggaran untuk mengungkap kasus tersebut.
"Tapi kenapa untuk (mengungkap kasus) yang merugikan negara sampai ratusan miliar, upaya apa yang dilakukan kepolisian?" ujar Afif mempertanyakan.
Afif mengatakan apabila kepolisian mengaku sulit untuk mendapatkan saksi ahli dalam proses penyelidikan. Menurutnya banyak sekali saksi ahli yang bisa digunakan oleh pihak kepolisian misalnya dengan melibatkan masyarakat kelas bawah.
"Kenapa tidak dilibatkan jaringan-jaringan masyarakat kelas bawah? Sampai pada tataran itu (kalau mau serius). Makanya ini ketimpangan proses penegakan hukum. Ini sangat terlihat jelas," tegasnya.
Sebelumnya, Humas Polda Riau AKBP Guntur Aryo Tejo mengatakan akan mencabut SP3 tersebut apabila ditemukan novum atau bukti baru dari kasus kahutlah. Sayangnya sejauh ini alat bukti yang ditemukan tidak cukup kuat sehingga proses penyelidikan terhadap 15 perusahaan tersebut harus dihentikan.
Menanggapi hal itu, Dedi Ali Ahmad selaku advokat PBHI menuturkan bahwa terkait novum maka kepolisian sebenarnya memiliki kewenangan yang tidak terbendung. Kepolisian memiliki kewenangan menyelidiki apapun yang berkaitan dengan kasus kahutlah itu apabila penyidik memang memiliki keseriusan mengungkap kasusnya.
"Terkait novum, dalam konteks pemenuhan upaya fakta sebenarnya jelas-jelas kepolisian punya kewenangan khusus dan tidak terbatas. Ini karena tidak ada transparansi proses lidik. Kalau ini dibuka saya pikir masyarkat juga akan wellcome," ujar dia.