REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Keluarga-keluarga tentara Muslim AS menggalang suara menentang calon presiden AS Donald Trump, setelah perseteruannya dengan orang tua tentara Muslim yang kehilangan anak mereka dalam pertempuran di Irak.
Trump mengecam Khirz dan Ghazala Khan, pasangan orang tua tentara AS, Kapten Humayun Khan, yang tewas dalam sebuah perang membela AS. Hal itu dilakukan lantaran pasangan itu mengkritiknya dalam konvensi Partai Demokrat di Philadelphia, pekan lalu.
Trump menyuruh Khizr membaca lagi Konstitusi AS. Dengan nada menghina, ia juga menyebut Ghazala hanya diam berdiri di samping suaminya karena tidak diizinkan berbicara. Meski Trump mengakui jasa anak mereka, keributan ini membuat banyak simpatisan Republik menjauh dan mendukung Khan.
"Aku akan memilih siapa pun, kecuali Partai Republik karena satu orang ini. Orang ini sudah kehilangan pikirannya," kata Nazar Naqvi (69 tahun), pensiunan insinyur pemerintah AS, yang sudah setia kepada Republik selama tiga dekade, Kamis (3/8)
Naqvi adalah anggota sebuah komunitas kecil Muslim yang tinggal di antara keluarga Gold Star Amerika-mereka yang ditinggal orang-orang terkasihnya saat bertugas di militer AS. Anaknya, Mohsin Naqvi, tewas pada 2008 oleh sebuah bom pinggir jalan di Afghanistan.
Pentagon mencatat ada 3.939 Muslim yang bertugas baik di bidang militer maupun medis untuk AS. Jumlah ini lebih kurang 1 persen dari 1,3 juta total pasukan militer AS.
Nooshin Razani (43), yang adiknya meninggal pada 2004 saat bertugas sebagai petugas medis Angkatan Darat AS, ikut bergabung dengan lebih dari 20 keluarga Gold Star untuk melakukan penandatanganan surat terbuka.
Surat terbuka ini menyerukan Trump minta maaf kepada Khan. Pernyataan Trump terhadap Ghazala juga dianggap menghina semua perempuan Muslim. "Ketika melihat ada orang yang menggunakan agama dengan cara-cara negatif ini, saya memutuskan untuk ikut maju ke depan," kata Razani.