REPUBLIKA.CO.ID, CARACAS -- Para pejabat Venezuela telah menetapkan jadwal referendum apakah Presiden Nicolas Maduro harus tetap berkuasa. Oposisi Venezuela marah ketika mendengar mereka hanya memiiki waktu untuk mengumpulkan tanda tangan petisi hingga akhir Oktober.
Pemimpin oposisi Henrique Capriles mengatakan massa oposisi akan melakukan unjuk rasa hingga September. Mereka meminta referendum tahun ini yang dapat memicu pemilihan presiden baru.
Jika referendum dilakukan tahun depan, Maduro hanya akan digantikan wakil presidennya. Itu artinya, partai Sosialis akan tetap berkuasa.
Presiden Dewan Pemilihan Nasional (CNE) Tibisay Lucena mengatakan, oposisi akan secara resmi diizinkan hingga akhir Oktober untuk mencoba mengumpulkan tanda tangan petisi dari 20 persen pemilih di negara itu atau empat juta orang. Angka tersebut diperlukan untuk memulai referendum dengan syarat semua persyaratan peraturan terpenuhi.
Jika oposisi berhasil mengumpulkan tanda tangan tersebut, CNE akan memiliki satu bulan untuk memverifikasi. "Maka akan memiliki 90 hari untuk jadwal referendum," kata Lucena dilansir laman BBC News, Selasa (9/8).
Ahli konstitusi berpendapat tidak mungkin untuk referendum diadakan pada Januari, seperti yang diinginkan oposisi. Menurut konstitusi, berdasarkan jajak pendapat, referendum tahun ini yang akan memicu pemilihan presiden menunjukkan kemungkinan oposisi menang.
Venezuela menderita krisis ekonomi yang parah dan membuat oposisi menyalahkan Presiden Maduro. Namun, Maduro mengatakan krisis ekonomi dan upaya menyingkirkannya adalah konspirasi kapitalis. Dia bersumpah tidak akan ada referensum tahun ini untuk melengserkannya.