Oleh: Ustaz Arifin Ilham
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Subhanallah, alangkah indah, bahagia, dan berkahnya hidup seorang mukmin. Tiada hari yang dilaluinya dengan sia-sia. Mengapa? Karena, hidupnya dalam keteraturan taat.
Ritme keteraturan taat itu terlihat dari bagaimana ia memulai hari-harinya dengan full heart di jalan Allah dan sunah Nabi SAW. Masih senyap dan semesta pun masih hening, ia bangun malam dan bersegera membasahi tubuhnya dengan air kesejukan. Sajadah digelar dan tegak dalam qiyaamullail. Air mata berurai, lisan lirih dalam istighfar dan tenggelam dalam muhasabah diri.
Masih di atas sejadah, ritme keteraturan taat itu pun berlanjut. Kini, mata tertuju pada mushaf, lisan pun lamat-lamat penuh tartil membaca Alquran dan menadaburinya. Ketika azan berkumandang, kaki pun tersaruk ringan memenuhi panggilan-Nya dengan shalat Shubuh berjamaah di Rumah Allah. Andai berkecukupan waktu, ditahannya untuk tetap di masjid. Keluar hanya ketika dua rakaat isyraq telah ditunaikan.
Bersama sang surya yang menyapa bumi, maka ia kembali arahkan wajahnya menuju Zat Penabur Rezeki, Allah 'Azza wa Jalla. Dalam ritme keteraturan taat, ia pun tegak dalam shalat Dhuha. Penuh semangat ia gelorakan untuk berada di atas jalan meniti kehalalan rezeki.
Ia jaga kehormatan dirinya dengan rapi dan indah bersama hijab yang dijulurkan. Pantang baginya membuka aurat serta bertekad untuk tidak mau menyentuh dan disentuh oleh yang bukan mahramnya.
Dalam ritme keteraturan taat, ia tampakkan wajah bersih penuh pesona; buah dari keterjagaan air wudhu. Murah senyum, berkalam santun dan tetap tawadhu lagi rendah hati. Bersiap menjulur maaf dan tidak pendendam. Penuh sabar dan tetap mensyukuri apa yang ada.
Tangan yang terayun ia arahkan untuk mengentaskan keterpurukan dhuafa yang papa. Berapa pun yang Allah kasih, ia terima. Namun, bersegera ia pindahkan kepada yang lebih berhak. Dijadikanlah tangan-tangannya menjadi tangan sedekah. Hasratnya adalah jika ia mapan dan sejahtera, maka sekaligus mampu memapankan dan menyejahterakan orang-orang yang ada di sekitarnya.
Dalam ritme keteraturan taat, ia pun terus mengajak lisan, hati, dan amalnya bersenandung zikrullah. Kapan di mana dan dalam kondisi apa saja, hatinya terjaga dalam ingatannya kepada Allah. Lisan pun bergerak basah dengan tasbih, tahmid, tahlil, dan takbir.
Disuarakanlah nasyid-nasyid kerinduan pada junjungan alam, Nabi Muhammad SAW; shalawat Nabi. Inilah ritme keteraturan taat seseorang yang mengimani Allah dan Hari Akhir dalam kesehariannya. Ia berazam mengamalkannya sampai di helaan napas terakhirnya. Semoga buah dari keistiqamahan menjaga ritme indah nan luhur ini, Allah perkenankan wafat kita semua dalam keadaan husnul khatimah. Amin.