Selasa 06 Sep 2016 01:44 WIB

Presiden Filipina: Saya Bukan Boneka Amerika

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Nidia Zuraya
Presiden Filipina Rodrigo Duterte diambil sumpah dalam pelantikannya sebagai presiden di Istana Malacanang, Kamis, 30 Juni 2016. Putrinya Veronica tampak memegang Injil.
Foto: The News and Information Bureau, Malacanang Palace via AP
Presiden Filipina Rodrigo Duterte diambil sumpah dalam pelantikannya sebagai presiden di Istana Malacanang, Kamis, 30 Juni 2016. Putrinya Veronica tampak memegang Injil.

REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Hubungan Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama dan Presiden Filipina Rodrigo Duterte semakin memanas akibat isu pembunuhan di luar hukum yang dituduhkan AS ke Filipina. Padahal, keduanya akan bertemu di Laos pekan ini, karena Obama akan menghadiri pertemuan pemimpin Asia Tenggara.

Para pejabat Gedung Putih sebelumnya mengatakan Obama akan menghadapi langsung Duterte, terkait penanganan Filipina terhadap pengedar narkoba. AS menuduh Filipina melakukan pembunuhan di luar hukum, atau eksekusi oleh pemerintah dilakukan tanpa proses hukum.

Namun, tampaknya orang nomor satu Filipina tidak gentar akan tanggapan panas tersebut. "Dia (Obama) pikir dia siapa? Saya bukan boneka Amerika. Saya presiden dari sebuah negara yang berdaulat dan saya tidak bertanggung jawab kepada siapapun kecuali orang-orang Filipina," kata Duterte seperti dilansir CNN, Senin (5/9).

Bahkan, tanpa ragu ia melontarkan umpatan yang cukup kasar dan ditunjukkan untuk Obama. "Son of the bitch, i will swear at you," ujar Duterte.

Duterte turut menyalahkan AS sebagai dalang kerusuhan di Mindanao, dengan mengatakan kalau itu merupakan masalah yang diwariskan Amerika Serikat. Ia merasa, itu terjadi karena AS telah menginvasi Filipina dan mamaksa orang-orang tunduk, sampai membuat semua orang memiliki catatan mengerika pembunuhan di luar hukum.

"Lihatlah hak asasi manusia Amerika selama ini, cara mereka memperlakukan para migran di sana," kata Duterte.

Sebagai tanggapan, Barack Obama mengusulkan rencana pertemuan dengan Duterte untuk tidak usah dilanjutkan saja. Obama berdalih kalau ia ingin setiap pertemuan yang dilakukan merupakan langkah produktif, dengan kesepakatan yang bisa dibawa setelah pertemuan dan bukan sebaliknya.

"Saya selalu ingin memastikan jika saya memiliki pertemuan yang produktif dan kita mendapatkan sesuatu untuk dilakukan," ujar Obama.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement