Kamis 08 Sep 2016 21:33 WIB

Kasus 'Papa Minta Saham' Dinilai Rugikan Setnov

Ketua DPP Partai Golkar Setya Novanto. (Republika/Tahta Aidilla)
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Ketua DPP Partai Golkar Setya Novanto. (Republika/Tahta Aidilla)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, Prof Mudzakkir berpendapat, putusan majelis hakim MK telah menjawab tanda tanya besar publik terkait dasar penyelidikan yang dilakukan Kejaksaan Agung dalam mengusut kasus dugaan permufakatan jahat antara mantan ketua DPR RI Setya Novanto dan mantan presiden direktur PT Freeport Indonesia, Maroef Sjamsuddin. Kasus 'Papa Minta Saham' dinilai telah merugikan Setnov.

Novanto, kata dia menyarankan, sebaiknya melaporkan pihak yang telah melakukan perekaman tersebut ke penegak hukum. Sebab cara-cara yang digunakan dinilai oleh hakim MK didapat secara ilegal.

"Sebab secara substansi, hal ini sangat merugikan, maka sebaiknya dan lebih tepat laporkan ke penegak hukum," ujar Mudzakkir dalam keterangan tertulisnya, Kamis (8/9).

Sementara, lanjut dia, pengertian 'pemufakatan jahat' dalam Pasal 88 KUHP, yang menjadi rujukan dalam Pasal 15 UU Tipikor, tidak jelas dan berpotensi menyebabkan terjadinya pelanggaran hak asasi akibat penegakan hukum yang keliru.

Pada Rabu kemarin, MK menerima sebagian gugatan uji materi yang diajukan oleh Setya Novanto, terkait penyadapan atau perekaman yang dijadikan barang bukti dalam penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan. Pasal yang diuji yakni Pasal 5 Ayat 1 dan Ayat 2, Pasal 44 huruf b dalam Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik serta Pasal 26 A UU KPK.

Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul dalam sidang putusan mengatakan bahwa ada kekurang-lengkapan peraturan terkait penyadapan. Karena itu, gugatan uji materi yang diajukan pemohon menjadi beralasan secara hukum.

"Untuk melengkapi hal itu, dalam pertimbangan Mahkamah, yang termasuk di dalamnya tidak semua orang bisa melakukan penyadapan, maka pemberlakuan bersyarat dalam UU ITE beralasan secara hukum."

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement