Jumat 09 Sep 2016 00:42 WIB

Masyarakat Bukit Duri Tolak Disebut Penghuni Liar

Red: Nidia Zuraya
Warga Bukit Duri membongkar sendiri bangunan rumahnya di pinggir Sungai Ciliwung, Bukit Duri, Jakarta Selatan.  (Republika/ Yasin Habibi)
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Warga Bukit Duri membongkar sendiri bangunan rumahnya di pinggir Sungai Ciliwung, Bukit Duri, Jakarta Selatan. (Republika/ Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masyarakat yang tinggal di Kelurahan Bukit Duri, Jakarta Selatan, menolak hunian tempat tinggalnya disebut liar, anggapan yang membuat rumah mereka terancam digusur oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

"Kami taat hukum, kami bayar pajak, listrik dan air. Kami juga tinggal di wilayah yang sudah memiliki RW, RT, Kelurahan. Masa kami dibilang liar ?" ujar Sadiyah, warga RT 6 RW 12, Kelurahan Bukit Duri, di Kantor Komnas HAM, Jakarta.

Sadiyah melanjutkan, dia dan keluarganya sudah menetap di Bukit Duri sejak sekitar 100 tahun yang lalu, ketika neneknya pertama kali tinggal di sana. Perempuan berumur 49 tahun tersebut bingung harus tinggal di mana jika nantinya digusur oleh pemerintah. Sebab, sebagai istri dari seorang pedagang kopi, dia merasa tidak mampu jika harus membayar sewa rusun.

Hal senada disampaikan Ambrosius Maru, warga RW 11. Maru mengaku sudah tinggal di Bukit Duri selama 50 tahun, dan jika ditambahkan masa menetap mertuanya, sudah 80 tahun. Ia juga rutin membayar pajak. "Surat-surat pun ada. karena itulah kami menuntut keadilan. Pemerintah mau menggusur tetapi kami hanya mendapat rusun yang disewa," kata Maru.