Sabtu 10 Sep 2016 06:28 WIB

PT RAPP Diminta Perhatikan Masyarakat Sekitar Hutan Gambut Pulau Padang

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Andi Nur Aminah
Lahan gambut
Foto: Antara/Jessica Helena Wuysang
Lahan gambut

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Restorasi Gambut (BRG) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) meminta PT RAPP memperhatikan masyarakat sekitar di kawasan hutan bergambut di Pulau Padang. Hal ini diungkapkan dalam rangka merespons pengaduan masyarakat dan temuan Kepala BRG dan tim saat melakukan inspeksi mendadak ke lokasi konsesi PT RAPP di Pulau Padang, Kepulauan Meranti, Riau.

Dalam rapat bersama jajaran PT RAPP, pemerintah dan BRG meminta PT RAPP menghentikan kegiatan pembukaan kanal di areal konsesinya. Sekjen KLHK, Bambang Hendroyono mengingatkan agar pemegang konsesi HTI ini menaati PP No 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut. Di dalam PP tersebut sudah disebutkan larangan membuka lahan gambut terlebih gambut dengan kedalaman lebih dari tiga meter.  

”Tidak ada lagi pembukaan lahan di areal gambut, untuk itu kegiatan PT RAPP dihentikan untuk sementara sampai diselesaikannya Peta Kawasan Hidrologis Gambut,” kata Bambang dalam siaran persnya, Jumat (9/9).

KLHK dan BRG juga akan membentuk tim dengan melibatkan masyarakat dan PT RAPP untuk merestorasi kawasan gambut tersebut bersama 14 desa yang ada di sekitar konsesi. Presiden Direktur PT RAPP, Tony Wenas, menyatakan siap melakukan restorasi gambut baik di dalam areal konsesinya atau di luarnya. Restorasi dilakukan bersama masyatakat. Dalam kaitan ini, RAPP juga akan menyesuaikan Rencana Kerja Umum (RKU) sesuai dengan kondisi kedalaman gambut yang ada.

Sebelumnya Wenas telah menyampaikan permohonan maaf atas insiden penghadangan terhadap Kepala BRG dan jajaran yang akan melihat areal konsesi PT RAPP di Pulau Padang. PT RAPP menyatakan akan melakukan revisi terhadap SOP terkait pengamanan arealnya. Wenas juga menegaska, petugas yang melakukan penghadangan bukan anggota TNI/Polri aktif.

Menurut dia, lahan yang telah dibuka dan berkonflik dengan masyarakat akan dikembalikan dengan mengacu pada kebijakan perhutanan sosial. Dalam hal ini termasuk praktik dan pengetahuan lokal dalam pengelolaan gambut oleh masyarakat. Jenis tanaman kehidupan yang digunakan juga akan disesuaikan dengan usulan masyarakat. Sebelumnya, masyarakat di lokasi konfilik terbiasa menanam sagu.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement