REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal Budi Gunawan menghadapi tantangan tugas yang tidak ringan. Di era digital, intelijen harus waspada menghadapi ancaman siber intelijen.
"Bentuknya bisa pencurian data, bisa juga menyerang langsung atau cyber attack, " ujar peneliti intelijen dari Universitas Indonesia (UI) Ridlwan Habib saat dihubungi.
Dia mencontohkan, dokumen dokumen negara, peraturan presiden, maupun pengumuman tender rawan diserang dengan siber. Budi bisa menggandeng Lembaga Sandi Negara yang sehari hari membidangi intelijen sinyal dan elektronik.
Menurut Ridlwan, siinergi antarkedua lembaga intelijen itu bisa menggentarkan musuh negara dan pihak asing yang punya niat jahat. "Istilahnya detterence effect, menggentarkan lawan, " ujar alumnus S2 Kajian Stratejik Intelijen UI tersebut.
Dalam Undang-Undang Nomor 17 tahun 2011 BIN memang mempunyai fungsi koordinatif. Budi bisa memulai dengan mengundang pemangku kepentingan intelijen lain misalnya Lemsaneg, Bais, Baintelkam, intelijen Bea Cukai, intelijen Kejaksaan dan komunitas intelijen. Apalagi, saat ini pangkat Budi sudah jenderal penuh atau bintang empat. "Itu akan memudahkan pak BG dalam menjalankan fungsi koordinasi," kata dia.