REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keputusan yang diambil oleh OPEC menjadi perhatian bagi negara-negara penghasil minyak. Pertemuan OPEC yang digelar di Aljazair pun diprediksi akan penuh dengan kejutan.
Pada dua pertemuan terakhir OPEC yang digelar di Aljazair pada 2004 dan 2008 menghasilkan keputusan yang cukup mengejutkan pasar, yakni mengurangi produksi minyak guna menopang harga.
Menurut pejabat OPEC dan sumber lainnya, hal itupun dapat kembali terjadi dalam pertemuan OPEC kali ini, di mana para menteri sudah bersiap-siap untuk mengurangi produksi minyak untuk pertama kalinya dalam delapan tahun.
Arab Saudi dan Iran, yang merupakan saingan berat dalam pasar minyak dan politik, mengirimkan sinyal mereka ingin bekerja sama, bersama dengan Rusia yang juga telah terlibat dalam diskusi meskipun bukan anggota OPEC. Hal ini bisa terjadi meskipun dalam politik, konflik Yaman dan Suriah, mereka saling bertentangan.
Para ahli OPEC sendiri tengah berupaya mencari jalan yang tak hanya membatasi produksi minyak yang dapat menekan pasar, tetapi juga dapat membuat para menteri bidang perminyakan merasa terpenuhi keinginannya.
"Kali ini saya rasa akan sedikit berbeda karena keadaan yang lebih baik, yakni membantu (produsen) untuk mencapai kesepakatan," kata gubernur OPEC Irak Falah Alamri, dilansir Reuters, Kamis (22/9).
Menurutnya, OPEC harus mengambil langkah saat bertemu dengan Rusia di sela-sela konferensi produsen dan konsumen energi di Aljazair pekan depan. Karena harga minyak yang saat ini sekitar 45-50 dolar ASper barel sangat sulit bagi anggota kelompok.
Irak, Arab Saudi, Iran, dan Rusia telah meningkatkan produksi minyak ke tingkat tertinggi dalam sejarah selama tahun lalu, untuk bersaing dalam pangsa pasar dengan produsen seperti Amerika Serikat di mana produksinya telah menurun karena rendahnya harga minyak.
Irak dinilai sebagai salah satu hambatan utama bagi kesepakatan produksi minyak global mengingat Irak ingin meningkatkan produksinya pada tahun depan. Sedangkan Rusia dan Iran mungkin mungkin saja mengurangi kapasitas produksinya, sementara Arab Saudi tak pernah memproduksi minyak dalam jumlah yang lebih tinggi.
Kendati demikian, Alamri mengatakan Irak tak akan menghalangi kesepakatan. "Kami tak berniat untuk membanjiri pasar, kami ingin mendukung pasar, kami tak akan berpartisipasi dalam setiap keputusan yang akan mengurangi harga minyak," kata dia.