REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selain guru, Nana Asma'u juga merupakan penata arsip-arsip karya ayahnya, penasihat pemerintahan kakaknya, dan mediator aneka komunitas terkemuka. Ia juga penulis beragam topik, dari hukum hingga pendidikan, dari puisi hingga terjemahan. Puisi menjadi alat bantunya mendidik. Kemampuan multibahasa membuatnya memiliki banyak opsi sumber belajar.
Mengasuh lima anak dan mengatur rumah tangga yang besar ditambah mengajar dan menulis, Nana Asma'u terbilang luar biasa. Ia sosok wanita Nigeria Utara abad ke-19 yang monumental: penuh rasa kemanusiaan, berjiwa bersih, dan dihormati.
Ia bicara pada semua, baik lelaki maupun perempuan, tua dan muda, Hausa maupun Fulani, penganut kepercayaan lokal ataupun pemeluk Islam. (Baca: Peran Nana Asma'u Perkuat Pendidikan Muslimah Nigeria)
Hal serupa juga dituliskanAkademisi Department of Mass Communications Bayero University, Kano, Nigeria, Muhammad Jameel Yusha'u dalam tulisannya Nana Asma'u Tradition: An Intellectual Movement and a Symbol of Women Rights in Islam During the 19th Century Danfodio's Islamic Reform, pekerjaan utama Nana Asma'u adalah mendidik para perempuan agar kelak mereka bisa mendidik anak-anaknya dengan ideologi.
Namun, di samping itu, Nana Asma'u juga siap sedia memberi jawaban kepada mereka yang berpandangan bahwa perempuan adalah objek eksploitasi, penindasan, dan dikerdilkan hanya untuk mengurus rumah dengan alasan atas nama Islam.
Keilmuan Nana Asma'u kemudian diakui karena secara efektif mendukung nilai-nilai yang diusung Sokoto Jihad untuk mendakwahkan Islam dan mengakhiri penindasan terhadap umat Islam. Selain sebagai guru, ia juga dikenal sebagai seorang egalitarian yang tak segan mengajar para pengungsi non-Muslim di Afrika Barat.
Nana Asma'u juga memberdayakan para perempuan untuk mendapat penghasilan dari memintal benang. Hasil pintalan itu bisa dijual langsung ke konsumen atau dijual ke pengumpul. Nana Asma'u dipercaya masyarakat sehingga ia sering dilibatkan dalam pengambilan sebuah keputusan.
Lepas dari aneka urusan tingkat tinggi di ranah hukum dan politik, Nana Asma'u juga tak lepas dari kehidupan perempuan Sokoto pada umumnya yang hidup dalam rumah tangga poligami. Nana Asma'u sendiri adalah salah satu dari beberapa istri Usman Gigado.
Kecemburuan dan tekanan sering muncul dalam rumah tangga semacam ini di mana tiap istri akan berusaha mendapatkan perhatian suaminya. Bahkan tak jarang, jimat-jimat digunakan untuk memenangkan persaingan. Hal-hal semacam itu yang Nana Asma'u kecam. Ia mengajak murid-murid perempuannya untuk bersabar. Kepada mereka, ia berpesan agar menjauhkan diri dosa berbohong, cemburu buta, dan tamak. Sebaliknya, ia meminta untuk mengandalkan Alquran dalam mengatasi berbagai masalah.