REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur meminta media jangan membuat informasi yang membingungkan masyarakat terkait pemberitaan Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi. Informasi yang salah oleh media itu, menurutnya menyebut Dimas Kanjeng sebagai Kiai dan pengikutnya adalah santri.
"Hasil investigasi MUI Jatim padepokan ini bukanlah pondok pesantren. Dimas Kanjeng itu bukan Kiai dan pengikutnya bukan santri," kata Ketua MUI Jawa Timur, KH. Abdus Shomad Buchori kepada Republika.co.id di Jakarta, Selasa (4/10).
Menurutnya kesalahan informasi ini karena media sudah terlanjur menyebut pengikutnya santri. Jadi seolah-olah Dimas Kanjeng itu Kiai. Kalau media menyebut mereka Kiai dan santri menjatuhkan nama pesantren. "Jadi saya sudah berkali-kali menyampaikan tolong jangan sebut santri, cukup pengikut," ujarnya.
Ia menilai, ada beberapa media yang menyebut barak-barak pengikutnya di sana sebagai santri. Ini yang MUI Jatim keluhkan. Santri itukan menuntut ilmu, ada kajian ilmu dan apa yang dibaca dan ada figur Kiai.
Baca juga, Soal Dimas Kanjeng, Marwah Daud: Peti Itu Kosong, Saat Ditutup Lalu Penuh Uang.
Tapi Dimas Kanjeng ini bukan Kiai, dan pengikutnya juga tidak diberikan kajian ilmu. Ada istighotsah, tapi istighotsah tidak lazim diadakan, yakni dengan doktrin khusus yang diterbitkan dengan wirid wirid secara khusus. Dan itu banyak dan menyimpang. "Itu wirid-wiridnya yang, wah kalau kita kaji banyak yang bertentangan," katanya.