REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengatakan, Amerika tak mau menjual misil maupun senjata lainnya kepada Filipina sekarang. Namun baginya ini bukan masalah besar sebab ada Rusia dan Cina yang bisa menggantikan Amerika memasok senjata.
Pakar Maritim Cina dari Naval War College Amerika, Lyle Goldstein mengatakan, meskipun Rusia memiliki persenjataan yang bagus dan maju, Filipina harus memikirkan interoperabilitas dengan sistem persenjataan dari Amerika yang masih ada.
"Kalian tak bisa tiba-tiba membeli radar dari sebuah negara, kemudian membli misil dari negara lain. Sistem persenjataan itu harus dioperasikan bersama dan terkoneksi," kata Goldstein, Selasa, (4/10).
Apalagi, ujar dia, kebanyakan pegawai militer Filipina belajar di Amerika. Mereka memiliki budaya militer yang terikat kuat. Hubungan militer Amerika-Filipina terikat melebihi hanya sekedar jual beli senjata. Penjualan senjata ke Amerika termasuk perawatan dan pelatihan militer bersama.
Baca juga, Duterte: Rusia dan Cina Dukung Saya.
Sementara itu, Wakil Asisten Menteri Pertahanan Amerika, Amy Searight mengatakan, Rusia dan Cina tak memiliki reputasi yang sama dalam perawatan senjata dan pelatihan militer seperti dilakukan Amerika. "Amerika terkenal dengan keahliannya dalam perawatan dan pelatihan militer bersama dengan negara yang membeli senjata darinya."
Sebenarnya, terang Searight, dalam jual beli senjata bukan hanya soal pasokan saja. Namun bagaimana cara membangun kapabilitas militer yang sesungguhnya.