Rabu 12 Oct 2016 18:01 WIB

Yastrib dan Lahirnya Piagam Madinah

Rep: Syahruddin el-Fikri/ Red: Agung Sasongko
Masjid Quba, Madinah
Foto: aulia-e hind.com
Masjid Quba, Madinah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Sebelum Nabi Muhammad hijrah ke Madinah pada 22 September 622, nama kota itu adalah Yatsrib. Ada yang berpendapat, nama Yatsrib berasal dari bahasa Ibrani atau Aram.

Pendapat lain menyatakan, nama itu adalah sebutan bagi masyarakat Arab selatan. Yang pasti, kota oase itu sudah berdiri sejak zaman kuno.

(Baca: Madinah, Kota Penuh Cahaya)

Ptolemius pada abad ke-2 mencacat kota itu dalam karya geografinya dengan nama Yethroba. Nama yang sama juga digunakan oleh Stephen dari Bizantium (hidup pada abad ke-6 M) dalam kamus geografinya.

Sebelum dikuasai oleh masyarakat Arab Islam, penduduk Yatsrib terdiri dari dua suku dominan, yaitu Arab dan Yahudi. Kedua bangsa itu datang ke Yatsrib setelah penduduk yang terdahulu dari suku Amaliqah punah. Suku-suku Yahudi terkemuka di sana adalah Bani Quraizah, Bani Nadir, dan Bani Qunaiqa.

Mereka membangun permukiman, pusat-pusat kegiatan ekonomi, dan benteng-benteng pertahanan untuk berlindung diri dari serangan suku Nomad di sekitar Yatsrib. Atas upaya mereka, secara bertahap, Yatsrib menjadi kota penting.

Sementara itu penduduk Arab, seperti disebutkan dalam Ensiklopedi Islam, berasal dari wilayah selatan yang berpindah setelah jebolnya Bendungan Maarib. Mereka berasal dari suku Aus dan Khazraj.

Suku-suku di Yatsrib tidak mengenal persatuan. Masing-masing suku dipimpin oleh kepala suku yang memikirkan kepentingan sukunya sendiri. Ini mengakibatkan terjadinya persaingan untuk memperoleh pengaruh yang besar di wilayah tersebut. Tidak jarang terjadi ketegangan di antara suku-suku itu, bahkan peperangan.

Dari segi ekonomi dan politik, masyarakat Yahudi Yatsrib tergolong yang paling kuat. Tanah-tanah subur di oase Taima, Fadak, Wadi al-Qura berada di bawah kekuasaan mereka. Dari segi jumlah pun, masyarakat Yahudi lebih banyak daripada suku-suku Arab.

Pada sekitar tahun 610 hingga 620 M, ketegangan antara suku-suku Arab dan Yahudi meningkat tajam. Peperangan terbesar terjadi pada tahun 618 yang dikenal dengan Perang Bu'as. Peperangan tersebut menyadarkan orang-orang Arab bahwa peperangan justru membawa kerugian. Sehingga suku Aus dan Khazraj bersatu di bawah pimpinan Abdullah bin Muhammad.

Tahun 621, sebanyak 10 orang suku Khazraj dan dua orang suku Aus menemui Nabi di Makkah dan menyatakan diri masuk Islam. Setelah Nabi hijrah ke Yatsrib tahun 622, kota itu diubah namanya menjadi al-Madinah al-Munawwarah. Nabi kemudian mempersaudarakan umat Islam Makkah dan Madinah berdasarkan ikatan akidah Islamiyah.

Rasulullah SAW juga mempersatukan seluruh penduduk Madinah, baik Muslim, Yahudi maupun penyembah berhala berdasarkan ikatan sosial politik dan kemanusiaan. Hal itu ditetapkan dalam Piagam Madinah dengan prinsip-prinsip kebebasan beragama, toleransi, persamaan, persaudaraan, dan tolong-menolong.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement