Rabu 12 Oct 2016 21:57 WIB

Kemenkes dan IDI Apresiasi Pengesahan UU Perlindungan Anak

Rep: Dian Erika N/ Red: Didi Purwadi
Ilustrasi hukuman kebiri
Foto: Ilustrasi : Nabiila Lubay
Ilustrasi hukuman kebiri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengapresiasi disahkannya perubahan kedua atas UU Nomor 22 Tahun 2002 tentang perlindungan anak. Meski demikian, disepakati jika eksekutor kebiri bukan dari kalangan dokter.

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakakat Kemenkes, Oscar Primadi, mengatakan pihaknya mendukung pengesahan UU tersebut. "Kami dukung, beserta tiga PP yang nantinya menyertai UU. Namun, pembahasan PP kini masih berada di tingkat Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, belum sampai ke Kemenkes," jelas Oscar dalam keterangan tertulisnya kepada Republika,co,id, Rabu (12/10).

Sebelumnya, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yembise mengatakan pemerintah akan segera membuat tiga Peraturan Pemerintah (PP) untuk menindaklanjuti disetujuinya Rancangan undang-undang tentang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang nomor 1/2016 tentang perubahan kedua atas UU nomor 22/2002 tentang perlindungan anak.

Menurut Yohana, pihaknya bersama-sama dengan Kementerian Sosial, Kemeterian Kesehatan, dan Kementerian Hukum dan HAM akan membuat peraturan pemerintah untuk pelaksanaannya. Menurut dia, PP tersebut adalah PP Rehabilitasi sosial, PP hukuman kebiri dan PP pemasangan chip di tubuh pelaku.

Menanggapi rencana tersebut, Ketua IDI, Daeng M Faqih, mengatakan pihaknya pun mengapresiasi pengesahan UU. Namun, pihaknya menegaskan bahwa eksekutor hukumam kebiri nantinya bukan dari kalangan dokter.

"Berdasarkan kesepakatan dengan pemerintah, eksekutor kebiri kimia bukan dokter. Nantinya akan ada eksekutor khusus kebiri yang diatur dalam aturan pelaksanaan UU itu," ujar Daeng.

Pihaknya memberikan alasan, hukuman kebiri bertentangan dengan kode etik dan nilai kebaikan yang dianut dokter. Selain itu, eksekusi kebiri bukan merupakan layanan medis. Adapun secara etika profesi para dokter hanya melakukan tindakan medis untuk tujuan kemanusiaan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement