REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pemerintah Kota Bandung akhirnya memutuskan melarang penggunaan styrofoam untuk kemasan makanan dan minuman. Menurut Wali Kota Bandung Ridwan Kamil, aturan pelarangan ini resmi diberlakukan per 1 November 2016.
Keputusan pelarangan penggunaan styrofoam ini diambil setelah melalui sejumlah pertimbangan. Pertimbangan yang pertama, kata pria yang akrab disapa Emil ini, dilihat dari sisi kesehatan. Penggunaan styrofoam dinilai membahayakan kesehatam karena dapat memicu penyakit kanker. Styrofoam, berbahaya untuk kesehatan apabila banyak digunakan untuk kemasan makanan dan minuman.
"Dalam kandungan styrofoam itu ada zat kimia, kalau dia menguap bisa kanker bagi yang makan," ujar Emil kepada wartawan, Kamis (14/10).
Selain itu, kata Emil, tingginya produksi sampah styrofoam yang dihasilkan menjadi salah satu pertimbangan penerapan aturan tersebut. Dari hasil riset yang dilakukan menunjukan bahwa penyebab terhambatnya aliran air sungai yang meluap dan menyebabkan banjir di Kota Bandung karena sampah styrofoam.
Dalam pengelola lingkungan di Bandung, kata dia, hampir didominasi sampah. "Terutama, di sungai yang didominasi sampah dari styrofoam yang tak mungkin terurai," katanya.
Emil mengatakan, pihaknya akan meminta BPLHD Kota Bandung untuk segera menyosialisasikan aturan pelarangan styrofoam kepada para pedagang. Sehingga per 1 November aturan tersebut dapat segera diberlakukan.
" BPLHD Kota Bandung, saya beri waktu dua pekan untuk menyosialisasikan di media. Pedagang diminta untuk segera menyesuaikan," katanya.
Saat ditanya, alternatif kemasan sebagai pengganti styrofoam, Emil menyarankan kepada para pedagang untuk menggunanakan kemasan ramah lingkungan. Alternatifnya, dapat menggunakan piring. Kalau makanan dibawa pulang (take away), dapat menggunakan karton tebal yang bisa membawa makanan basah.
Emil mencontohkan, Ia pernah makan seblak di Tamansari foodcourt, pedagang menggunakan dasar nya dari piring kemudian di atasnya pake 'pincuk cau' (daun pisang). "Take away dia bisa menggunakan bungkus kertas yang tebal atau kertas nasi, itu enggak masalah," katanya.
Emil melanjutkan, jika saat aturan diberlakukan ada pedagang yang masih membandel menggunakan kemasan styrofoam, pihaknya akan memberikan sanksi. Jika surat peringatan tak digubris, akan diberikan sanksi paling berat yakni pencabutan izin usaha.
Kalau ada yang melanggar, kata dia, diberi sanksi tiga tahap. Yakni, surat peringatan pertama, kedua dan ketiga. Jika masih membandel akan diberi sanksi admisntiratif atau perizinan.
"Kalau pedagang kecil diperingatkan langsung nurut. Nah, dari pengalaman, biasanya restoran-restoran besar yang enggak nurut," katanya.