Kamis 20 Oct 2016 14:00 WIB

Ada Dua Mihrab di Masjid Qiblatain

Sejumlah jamaah berjamaah Shalat Dhuhur di Masjid Qiblatain, Madinah, Arab Saudi, Rabu (15/10) pekan lalu. Masjid Qiblatain ini menjadi salah satu dari tiga ikon masjid di Kota Madinah yang menjadi lokasi ziarah para jamaah haji maupun umrah.
Foto: Zaky Al Hamzah
Sejumlah jamaah berjamaah Shalat Dhuhur di Masjid Qiblatain, Madinah, Arab Saudi, Rabu (15/10) pekan lalu. Masjid Qiblatain ini menjadi salah satu dari tiga ikon masjid di Kota Madinah yang menjadi lokasi ziarah para jamaah haji maupun umrah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebelum berganti nama menjadi Qiblatain, dahulunya masjid ini bernama Masjid Bani Salamah. Masjid ini terletak di atas sebuah bukit kecil di utara Harrah Wabrah, Madinah. Masjid ini mempunyai lapangan terbuka dan beratap hanya pada bagian tempat shalat.

Di dalamnya terdapat dua buah mihrab, yang satu terletak di bagian yang beratap menghadap ke Ka'bah dan yang lainnya terletak di lapangan terbuka, menghadap ke arah Baitul Maqdis (Al-Aqsha). Di dekat Masjid Qiblatain, terdapat ada telaga yang diberi nama Sumur Rumah, sebuah sumber air milik orang Yahudi.

(Baca: Masjid Qiblatain, Saksi Sejarah Perpindahan Arah Kiblat)

Mengingat pentingnya air itu untuk masjid dan kebutuhan jamaah untuk berwudlu, maka atas anjuran Rasulullah SAW, Usman bin Affan kemudian menebus telaga tersebut seharga 20 ribu dirham dan menjadikannya sebagai wakaf. Air telaga tersebut hingga sekarang masih berfungsi untuk bersuci dan mengairi taman di sekeliling masjid, serta kebutuhan minum penduduk sekitar. Hanya bentuk fisiknya sudah tidak kelihatan, karena ditutup dengan tembok.

Dalam perkembangannya, pemugaran Masjid Qiblatain terus-menerus dilakukan, sejak zaman Umayyah, Abbasiyah, Utsmani, hingga zaman pemerintahan Arab Saudi sekarang ini. Di antaranya, pemugaran atap pada tahun 893 H. Kemudian, Sultan Sulaiman, pemimpin kerajaan Arab Saudi, pada tahun 950 H mengadakan perluasan dan pembangunan dengan konstruksi baru, dengan tetap memberi tanda pada kedua mihrab yang menjadi ciri khasnya. (Ensiklopedi Islam, 1993, Ichtiar Baru Van Hoeve, hlm 129).

Di dalam masjid, terdapat berbagai lampu hias yang besar nan indah untuk menerangi ruangan masjid. Pada hiasan tersebut tersembul lampu neon yang jumlahnya mencapai 36 buah. Ada tiga lampu hias seperti ini, yang satu memiliki lampu neon 24 buah, dan yang dua lagi 36 lampu neon. Dan di samping kiri dan kanan, terdapat lampu yang ikut menerangi ruangan masjid tersebut.

Pada musim haji atau umrah, Masjid Qiblatain hampir tak pernah sepi dari kunjungan jamaah yang ingin menyaksikan secara langsung arah kiblat pertama (Al-Quds) dan yang kedua (Masjid al-Haram). 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement