Senin 07 Nov 2016 13:30 WIB

Alkhairaat Naungi 61 Sekolah di Parigi Moutong

Sejumlah umat Islam mengikuti peringatan Haul Pendiri Alkhairaat di Palu, Sulawesi Tengah.
Foto: Antara/Mohamad Hamzah
Sejumlah umat Islam mengikuti peringatan Haul Pendiri Alkhairaat di Palu, Sulawesi Tengah.

REPUBLIKA.CO.ID, PARIGI -- Yayasan Pendidikan Alkhairaat, hingga kini, menaungi sebanyak 61 sekolah di Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), Provinsi Sulawesi Tengah.

Dari jumlah 61 sekolah itu, Sekretaris Komisariat Daerah (Komda) Alkhairaat Parimo, Yusran, merinci ada enam sekolah dasar (SD), sembilan Madrasah Ibtidaiyah (MI), empat Sekolah Menengah Pertama (SMP), 29 Madrasah Tsanawiyah (MTs), satu Sekolah Menengah Atas (SMA), satu Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan 11 Madrasah Aliyah (MA). "Sekolah-sekolah ini tersebar di hampir semua penjuru dan pelosok di daerah ini," kata dia.

Selain itu, sejumlah sekolah di bawah naungan Yayasan Alkhairaat berada di wilayah terpencil, seperti SD Alkhairaat Gianang di Kecamatan Tinombo. Sekolah tersebut berjarak sekitar 18 kilometer dari Jalan Trans Sulawesi. "SD Alkhairaat Gianang memiliki 344 siswa. Yang sekolah di situ, tidak hanya muslim, namun ada juga dari non muslim," tuturnya.

Sekolah berada di bawah Yayasan Alkhairaat di Parimo, setiap tahunnya, meluluskan ribuan alumni dari semua tingkatan. "Ini tentu merupakan sumbangsih nyata dan komitmen lembaga Alkhairaat dalam membebaskan negeri ini dari belenggu kebodohan, yang harus diapresiasi pemerintah dengan bukti nyata," ujarnya.

Yusran mengakui, eksisnya lembaga pendidikan Alkhairaat tidak lepas dari peran dan bantuan pemerintah, baik di pusat maupun daerah. Meskipun saat bersamaan, tidak bisa dipungkiri bahwa pemerintah terkadang memberikan perlakukan berbeda dalam kebijakan pendidikan.

Di beberapa tempat, masih ditemukan Sekolah Alkhairaat jauh dari kata layak, khususnya dari segi sarana dan prasarana sehingga terkesan 'mati segan hidupun tak mau'. "Seperti Sekolah MI Alkhairaat Siniu, sejak berdiri belum ada sekalipun memperoleh bantuan dari Kementerian Agama, baik gedung maupun sarana dan prasarananya," ungkap Yusran.

Bahkan, kata dia, dua madrasah, yakni MTS Alkhairaat dan MA Alkhairaat di Desa Tomoli, Kecamatan Toribulu, terpaksa ditutup, karena tidak memiliki gedung dan hanya menjalani proses belajar-mengajar di satu gedung. Kata dia, Kemenag mencabut izin dengan dalih kedua sekolah tersebut tidak memenuhi standar kelayakan operasional.

"Dua sekolah itu dibekukan oleh Kemenag dengan alasan melakukan proses belajar satu atap. Seharusnya Kemenag mencarikan solusi. Misalnya, dengan membangun gedung baru sehingga bisa memenuhi standar operasional berlaku, bukan malah membekukannya," kata Yusran.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement