REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ledakan bom terjadi di depan Gereja Oikumene di Jalan Dr Cipto Mangunkusumo, Samarinda, Kalimantan Timur, Ahad (13/11) siang. Dengan adanya peristiwa tersebut, menurut Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK), menjadi bukti masih adanya terorisme dan radikalisme di tanah air.
"Ini juga sekali lagi memberikan kita suatu warning, buat radikalisme, terorisme masih ada sekitar kita cukup banyak," ungkap JK di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Senin (14/11).
Karena itulah, pemerintah meminta aparat keamanan baik kepolisian dan juga TNI agar siap siaga melawan terorisme. Upaya mencegah dan melawan tindakan radikal dan teror ini menjadi prioritas pemerintah.
Selain peningkatan keamanan, pemerintah juga menekan tindakan radikalisme melalui pendidikan dan pendekatan sosial lainnya. Wapres JK pun menyampaikan rasa prihatin dan duka citanya terhadap para korban ledakan.
"Prihatin dan bersedih atas korban karena bom kemarin. Dan karena itulah upaya pemerintah, polisi, TNI untuk menjaga dan juga tentu melawan teroris itu harus tetap menjadi prioritas," jelas dia.
Sementara itu, Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyampaikan tersangka bom gereja Oikumene, Samarinda, Kalimatan Timur merupakan mantan narapidana bom Tangerang pada 2011 lalu. Bukan hanya itu, Juanda (32 tahun), ternyata juga bagian dari jaringan teroris bom Serpong, Pepi Fernando.
Tito menambahkan, pelaku tersebut merupakan aktor lama dalam kasus yang sama, yakni kasus bom di Serpong dan juga kasus teror bom buku pada April 2011 silam.
Pepi merupakan tersangka bom buku yang diamankan bersama 17 tersangka lainnya pada 2011 lalu. Pepi adalah warga asal Kampung Sekarsari, Munjul, Kecamatan Ciambar, Sukabumi, Jawa Barat. Tito mengatakan, setelah terungkap jaringan Pepi, Juanda juga termasuk dalam jaringan Jamaah Islamiyah Daulah (JAD).