REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kepolisian Republik Indonesia bersama Ototitas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia berkumpul bersama untuk membahas perihal isu penarikan uang dari perbankan secara bersama atau rush money yang beredar di media sosial. Mereka memastikan bahwa isu tersebut adalah keliru.
Isu rush money menyebar seiring dengan ajakan aksi unjuk rasa yang akan dilakukan pada 25 November dan 2 Desember nanti. Isu tersebut seolah mengajak masyarakat untuk melakukan pengambilan uang secara bersama-sama dan mengingatkan kembali akan peristiwa krisis pada 1998.
Direktur Tindak Pidana Khusus Bareskrim Polri Brigjen Agung Setya mengatakan pihaknya telah melakukan penelusuran pada data-data dari BI maupun dari OJK. Hasilnya pun menyatakan bahwa kondisi perbankan Indonesia saat ini dalam keadaan normal sehingga diharapkan masyarakat agar tidak termakan oleh isu tersebut.
"Rush money adalah ajakan yang keliru terkait posisi dan kondisi perbankan kita yg sedang bagus-bagusnya. Sehingga kemudian kami ingin sampaikan masyarakat tidak mengikuti (isu tersebut)," ujar Agung di Bareskrim Polri, Jakarta Pusat, Senin (21/11).
Agung melanjutkan ajakan tersebut adalah keliru sehingga apabila masyarakat percaya, justru akan merugikan diri sendiri. Selain itu, pihaknya pun telah memastikan bahwa tidak ada pergerakan rush money jelang aksi demo 25 November nanti.
"Tidak perlu digubris. Rush money ini merupakan gangguan. Kita perlu melihat kondisi secara objektif. Data dari BI dan OJK menunjukkan kondisi perbankan kita normal dikaitkan dengan demo. Ini ajakan yang keliru," ujarnya.
Oleh karena itu Agung juga menghimbau agar masyarakat tetap tenang sehingga tidak melakukan tindakan yang gegabah. Penyidik saat ini masih dalam tahap penelusuran untuk melihat siapa provokator yang menyebarkan isu tersebut.
"Kami akan menulusuri siapa provokator yang menginisiasi gerakan rush money. Tim cyber kita sedang bekerja untuk melakukan investigasi," ungkapnya.