REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Ratusan warga Muslim Rohingya di Myanmar kembali melarikan diri menuju perbatasan Bangladesh. Mereka mencari perlindungan dari kekerasan di wilayah Rakhine yang telah menewaskan sedikitnya 86 orang serta membuat sekitar 30 ribu lainnya kehilangan tempat tinggal.
Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) melaporkan sedikitnya 500 orang mulai memasuki kamp-kamp di bukit perbatasan dengan Bangladesh, Senin (21/11). Hal ini meningkatkan keprihatinan atas pertumpahan darah yang kembali terjadi di wilayah barat Myanmar tersebut.
Sebelumnya pada 2012, kekerasan antara warga etnis Rohingya yang mayoritas Muslim terjadi dengan pasukan Myanmar. Kini, tragedi kembali terulang dengan pembakaran sejumlah rumah di desa-desa yang ditempati oleh mereka di Rakhine.
Seorang warga di desa Rakhine Utara bernama Moulavi Aziz Khan mengatakan meninggalkan Myanmar pekan lalu. Saat itu, pasukan militer negara mengepung rumahnya dan kemudian melakukan pembakaran.
"Pada waktu itu saya melarikan diri bersama dengan empat putri dan tiga cucu saya ke bukit terdekat dan berhasil menyebrangi perbatasan negara," ujar pria berusia 60 itu, dilansir Channel News Asia, Selasa (22/11).
Sementara itu, Pemerintah Myanmar menolak tuduhan bahwa pasukan militer telah melakukan kekerasan terhadap warga sipil di Rakhine. Termasuk laporan pemerkosaan perempuan etnis Rohingya dan pembakaran rumah, serta pembunuhan.
Menurut juru bicara kepresidenan Myanmar Zaw Htay, pihaknya masih menyelidiki laporan dari warga Rohingya yang melarikan diri ke Bangladesh. Pemerintah negara telah memeriksa militer dan polisi.
"Kami memeriksa militer dan polisi mengenai laporan dari orang-orang yang melarikan diri ke Bangladesh tapi kami akan kembali menempatkan mereka berjaga di desa-desa Rakhine," jelas Htay.