REPUBLIKA.CO.ID, ULAANBAATAR -- Pemimpin spiritual asal Tibet, Dalai Lama mengatakan akan bertemu dengan Presiden terpilih Donald Trump, Rabu (23/11). Ini akan menarik bagi Cina yang menilai penerima Nobel Perdamaian itu sebagai separatis berbahaya.
Saat bicara di ibu kota Mongolia, Ulaanbaatar, Dalai Lama ditanya soal pemilu AS. "Saya pikir ada beberapa masalah, jadi saya akan bertemu dengan presiden baru," kata Dalai Lama merespons pertanyaan wartawan.
Ia tidak menjelaskan lebih lanjut. Ia hanya mengatakan AS adalah negara terdepan dalam dunia yang bebas. Dalai Lama pernah disambut Presiden Barack Obama di Gedung Putih pada Juni lalu meski Cina mengecamnya.
Namun pertemuan Obama dan Dalai Lama sudah berlangsung selama empat kali dalam delapan tahun kepengurusannya. Cina menganggapnya berbahaya karena dituduh mengampanyekan otonomi di Tibet.
Cina pun marah dengan keputusan Mongolia yang menerimanya. Meski Kementerian Luar Negeri Mongolia mengatakan kunjungan Dalai Lama tidak ada urusannya dengan pemerintah. Kunjungan itu diatur oleh Budha Mongol.
Setelah kunjungan pada 2006 itu, Cina membatalkan penerbangan langsung dari Beijing ke Ulaanbaatar. Tak hanya pada Mongolia, Beijing sering mengutarakan kemarahan mereka pada negara yang menerima Dalai Lama, seperti India.