Kamis 24 Nov 2016 04:57 WIB

Surat Terbuka Buat Jokowi

Red: Muhammad Subarkah
 Presiden Joko Widodo (kiri) menunggang kuda Salero milik Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto di kediaman Prabowo, Padepokan Garuda Yaksa, Hambalang, Jawa Barat, Senin (31/10). (Republika/Wihdan)
Foto: Republika/Wihdan
Presiden Joko Widodo (kiri) menunggang kuda Salero milik Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto di kediaman Prabowo, Padepokan Garuda Yaksa, Hambalang, Jawa Barat, Senin (31/10). (Republika/Wihdan)

Surat Terbuka Buat Jokowi

Oleh: Erie Sudewo, Pendiri Dompet Duafa

=========

Di dalam pesawat Kalstar, rute Bandung Semarang, 23 Nov’16, saya lirik koran yang dibaca orang sebelah. Judul headline provokatif: “Safari Politik”. Pikiran saya langsung berkecamuk. Siapa yang buat “ulah”, siapa yang kena “tulah”.

“Akibat nila setitik, rusak susu sebelanga”. Agaknya pamoe ini pas gambarkan gonjang ganjing negeri ini. Demo bakal berlanjut 2 Des’16, disingkat 212.

hal itu ingatkan pada dua hal. Pertama itu nomor Pendekar Wirosableng. Kedua, ingatkan wawancara Ahok: “Karena banyak Jakarta tak butuh orang pintar. Jakarta butuh orang gila”. Sableng dan gila, klop.

Maka, karena nila setitik, demo berbuah “safari politik”. Sebagai Presiden, Jokowi belum benahi asal nilanya. Jokowi justru safari jumpai para pihak untuk soliditas kabinet. “Mulutku harimauku” kini telah jadi soal bangsa.

Safari politik jelaskan tiga tataran politik. Ke-1 politik praktis. Cirinya buat partai, cari masa, dan duduk struktural di partai.

Kedua, high politic. Begitu jadi pejabat, berhati-hatilah. Sebab sebagai petinggi, menguap pun bisa jadi kebijakan.

Dan ketiga, hidden politic. Politik tersembunyi, beyond. Ciri musti sanggup pahami inti soal bangsa. Inilah yang tak mudah.

Sebagai presiden, Jokowi memang sudah melakukan dua hal politik praktis dan high politic. Blusukan ke pelosok kampung, memang wujud hidden politic-nya Jokowi. Cuma berkait dengan nila setitik, blusukan ala Jokowi bisa tertumbur-tumbur.

Mengapa di ujung mandul? Sederhana jawabnya. Saat yang terlapor orang dekat, banyak pemimpin gagap. Saat yang terlapor orang jauh, segera bertindak. Inilah sikap atasan. Bukan pemimpin. Harapan kita Jokowi adalah pemimpin, bukan atasan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement