Kamis 24 Nov 2016 07:00 WIB

'Suul Adab', Foto KH Ma’ruf, dan Berkah Ilmu Bagi yang Paham

Red: Muhammad Subarkah
Rais Am PBNU KH Ma’ruf Amin, Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dan Wakil Ketua Umum PBNU Slamet Effendy Yusuf sedang melakukan hormat kepada bendera merah putih pada acara penutupan Kirab Resolusi Jihad NU, dalam ran
Foto:
KH Maruf Amin, pada pengajian Dzikir Nasional 2015 di Masjid At-Tin, Jakarta.

Nah, bila hari-hari ini kemudian tersebar di viral media sosial mengenai foto pernikahan KH Ma’ruf Amin, bagi semua santri itu jelas sangat menyakitkan. Si pengunggah, seorang pengamat politik sekaligus Komisaris BUMN, boleh saja berpikiran itu sekedar khilaf saja (karena salah memencet tombol  telepon selularnya), tapi bagaimanapun tetap terbaca sebuah jejak tentang sikap pejoratif terhadap sosok KH Ma’ruf.

Mengapa demikian? Bagi kalangan Nahdliyin sosok Kiai yang menjadi pengasuh pondok Pesantren An Nawawi di Tanara, Banten, ini mempunyai tempat khusus dan terhormat. Bukan karena beliau berharta atau kaya raya, tapi kedalaman ilmu dan kezuhudan sikapnya. Posisi Rois Am PB NU dan Ketua Dewan Pembina MUI sangat nyata membuktikan bila KH Ma’ruf bukan sekedar kiai biasa.

Semua pun sudah tahu, almarhum Presiden KH Abdurrahman Wahid sangat menghormatinya. Gus Dur selalu berkata arif dan ‘andap asor’ setiap berbicara dengan KH Ma’ruf. Dan Gus Dur pun menyatakan bahwa KH Ma’ruf Amin adalah satu-satunya ahli fiqh yang ada di Indonesia yang dihormatinya karena ketinggian ilmunya. Tak hanya itu Gus Dur pasti tahu bahwa trah (silsilah keluarga) kiai Ma’ruf bukan sembarangan. Dia adalah cicit dari ulama yang kerap disebut sebagai guru dari semua ulama yang ada di Jawa, yakni Syaikh Nawawi Al Bantani.

Maka tak aneh, bila sikap yang sama, yakni tawadu', juga dilakukan oleh  Ketua Umum PB NU KH Said Aqiel Siradj. Meski bergelar doktor dengan predikat ‘suma cum lauda’ dari Universitas Umul Qura’ Makkah, Kiai Said setiap kali bertemu kH Ma’ruf selalu mencium tangannya. Dia tak melakukannya secara sembunyi-sembunyi tapi di depan umum sehingga banyak tayangan kamera merekamnya.

Kiai Said paham betul tengah bertemu dengan keturunan ulama dari Jawa yang menjadi Imam Masjidil Haram dan penulis lebih dari 50 kitab yang sampai hari ini masih dibaca oleh para santri dan penuntut ilmu agama Islam yang tersebar di Asia, Timur Tengah, hingga Afrika.

Alhasil, menjadi tak terbayangkan efek sekaligus imbas adanya sikap pejoratif terhadap ulama, dalam hal ini KH Ma’ruf Amin tersebut.

Memang di dalam alam pikiran pendidikan barat yang ‘seolah-olah’ serba ilmiah dan serba egaliter, tak ada ajaran berperilaku terhadap seorang yang berilmu. Tak ada ajaran ilmu padi seperti yang ada di dalam dunia ‘Islam Nusantara’ bahwa semakin berilmu maka semakin merunduk atau  ‘mentes’ (bernas/rendah hati) perilakunya.

Padahal ketinggian ilmu itu tercermin dalam perilaku. Dalam ujaran pepatah Arab kualitas seseorang dilihat dari perilakunya: kualitas teko mewujud dalam air yang dikeluarkannya.

Sedangkan di dalam 'sufi Jawa' ada nasihat mengenai hubungan kausalitas antara kualitas ilmu dan perangai seseorang: Ilmu iku kelakone kanthi laku!

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement