Kamis 01 Dec 2016 13:46 WIB

PBB: Muslim Rohingya Korban Kejahatan Kemanusiaan

Rep: Puti Almas/ Red: Nur Aini
Pengungsi etnis Rohingya yang tersisa beraktivitas dengan anak anak mereka di rumah Shelter, Blang Adoe, Aceh Utara, Provinsi Aceh, Rabu (23/11).
Foto: Antara/Rahmad
Pengungsi etnis Rohingya yang tersisa beraktivitas dengan anak anak mereka di rumah Shelter, Blang Adoe, Aceh Utara, Provinsi Aceh, Rabu (23/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Lembaga HAM PBB mengatakan, Muslim Rohingya merupakan korban kejahatan kemanusiaan. Hal itu dinyatakan setelah mantan sekretaris jenderal (sekjen) PBB Kofi Annan meninjau Rakhine, negara bagian Myanmar yang menjadi wilayah asal tempat etnis minoritas itu bermukim.

Tentara Myanmar diduga kuat telah melakukan tindakan keras terhadap warga Rohingya di Rakhine. Ribuan penduduk dari etnis itu kemudian mulai melarikan diri ke wilayah perbatasan negara hingga baru-baru ini masuk ke Bangladesh.

Tindakan keras pasukan negara terhadap warga Rohingya mencakup penyiksaan, pembunuhan, hingga pemerkosaan. Selain itu, analisis citra satelit yang digunakan kelompok pengawas hak asasi manusia, Human Rights Watch melihat sekitar ratusan rumah di Rakhine yang ditempati penduduk etnis yang kebanyakan Muslim itu dihancurkan hingga rata.

Meski banyak bukti yang menunjukkan tindakan keras terhadap warga sipil Rohingya dilakukan, Pemerintah Myanmar membantah tegas hal itu. Negara tersebut mengecam pernyataan pejabat PBB yang menuduh pembersihan etnis tengah terjadi di Rakhine.

"Pemerintah Myanmar membantah semua tuduhan telah melakukan kekerasan pada warga Rohingya, namun pada saat bersamaan tidak memberikan pihak lain akses masuk ke Rakhine melihat keadaan mereka," ujar peneliti dari kelompok HAM, dilansir Al Jazeera, Rabu (30/11).

PBB sebelumnya pada Juni lalu pernah menemukan indikasi kejahatan kemanusiaan terjadi di Myanmar atas Rohingya. Kali ini, bukti serupa didapat kembali dari sejumlah laporan kekerasan yang terjadi di Rakhine oleh pasukan militer negara itu.

Annan yang melakukan perjalanan selama satu pekan di Myanmar, termasuk wilayah utara Rakhine menyatakan keprihatinan mendalam terhadap warga Rohingya. Ia juga menilai pemimpin negara itu, Aung San Suu Kyi tak dapat berbuat apapun untuk menanggulangi perpecahan yang diyakini terkait atas masalah etnis dan agama.

"Apa yang dilakukan oleh seorang pemenang Nobel Perdamaian Suu Kyi tak ada berarti. Ia hanya mencoba berbicara, bernegosiasi, dan membangun kepercayaan dengan militer negara," kata Annan.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement