Sabtu 03 Dec 2016 14:37 WIB

Trump Lakukan Komunikasi dengan Pemimpin Taiwan

Rep: Puti Almas/ Red: Winda Destiana Putri
Donald Trump
Foto: REUTERS/Jonathan Ernst
Donald Trump

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden terpilih Amerika Serikat (AS) dilaporkan melakukan percakapan secara langsung melalui sambungan telepon dengan Preiden Taiwan Tsai Ing Wen, Jumat (2/12). Langkah ini melanggar kebijakan Negeri Paman Sam yang dibuat pada 1979 yang juga dapat membuat Cina geram.

Seperti diketahui, Cina menganggap Taiwan sebagai bagian dari provinsi negara yang mencoba memisahkan diri. Mantan Presiden AS Jimmy Carter pada 1979 lalu mengadopsi kebijakan satu Cina, yang melarang bentuk pengakuan, termasuk dengan percakapan langsung semacam itu dilakukan untuk menghormati Negeri Tirai Bambu.

Trump mengatakan melalui jejaring sosial Twitter bahwa Tsai hanya mengucapkan selamat atas kemenangannya dalam pemilu AS. Percakapan itu juga dilakukan terlebih dahulu oleh Tsai. "Presiden Taiwan menghubungi saya untuk mengucapkan selamat atas kemenangan dalam pemilu AS, terima kasih," ujar Trump.

Namun, tim transisi kepresidenan miliarder itu menjelaskan dalam sebuah pernyataan bahwa kerjasama di bidang ekonomi, politik, dan keamanan antara dua negara akan ditingkatkan. Demikian dengan pernyataan dari kantor kepresidenan Taiwan yang mengatakan dua pemimpin akan menguatkan interaksi bilateral dan membangun hubungan lebih erat.

Namun, Gedung Putih yang masih dipimpin oleh Presiden Barack Obama mengatakan kebijakan lama untuk Cina dan Taiwan tak akan berubah. AS tetap berkomitmen penuh untuk 'Satu Cina' dan menjadikan hubungan damai dua negara sebagai kepentingan mendasar.

Tsai menjadi salah satu dari empat pemimpin negara yang melakukan komunikasi dengan Trump pada Jumat (2/12) kemarin. Termasuk di dalamnya adalah Presiden Afghanistan Ashraf Ghani dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong.

Banyak pertanyaan yang datang mengenai penggilan telepon itu. Diantaranya adalah apakah pria berusia 70 itu telah berkoordinasi terlebih dahulu dengan Departemen Luar Negeri AS sebelum melakukan percakapan tersebut.

Salah saeorang mantan diplomat Belanda yang pernah mewakili kepentingan untuk urusan Taiwan, Gerrit Van Der Wees mengatakan ada indikasi perubahan kebijakan luar negeri AS terhadap negara di Asia Timur itu. Trump nampaknya tak ingin terikat oleh konvensi dan pembatasan yang selama ini ditetapkan, dilansir Reuters.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement