REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aksi Superdamai 212 atau Aksi Bela Islam Jilid 3 berjalan dengan tertib. Lautan manusia yang berpusat di Silang Monas dan meluber hingga ke Tugu Tani, bahkan sampai kawasan Kwitang, Bundaran Hotel Indonesia (HI), Jalan Thamrin, bergabung dalam satu jamaah. Mereka mengumandangkan zikir, shalawat, dan memekik takbir.
Ada begitu banyak hikmah yang tersirat dan tersurat usai aksi tersebut berjalan. Pertama, aksi tersebut merupakan buah dari kegigihan para ulama dan umat meski berbagai ujian datang mengadang. Jika kita refleksi lagi ketika Aksi Bela Islam Jilid 3 diumumkan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Majelis Ulama Indonesia (MUI), penolakan keras ditegaskan pemerintah. Kapolri Jenderal Tito Karnavian bahkan mempertanyakan niat peserta aksi karena Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sudah ditahan. Kapolri menuding aksi berpotensi ditunggani untuk melakukan makar.
Pemerintah dan kepolisian pun bahu-membahu berupaya untuk menggagalkan upaya masyarakat berangkat ke Jakarta. Di daerah, banyak sekali perusahaan otomotif (PO) bus tidak diperbolehkan untuk menyewakan armadanya untuk ikut demonstrasi. Belum lagi petugas yang melakukan razia di titik-titik masuk Ibu Kota.
Semua kendala ini tidak menjadikan umat patah semangat. Maka, ribuan santri dan kiai dari pesantren-pesantren di Ciamis, Jawa Barat, memutuskan untuk long march ke Jakarta. Long march ini dilakukan karena tidak ada PO yang bersedia menyewakan bus kepada mereka. Saat berbicara di panggung, KH Nonop Hanafi, pimpinan kafilah long march Ciamis-Jakarta, mengutip perkataan ulama. "Manusia diciptakan dari air yang bergerak supaya manusia bergerak maka bergeraklah karena Allah bersama orang-orang yang bergerak."
Berita-berita lain pun muncul dari daerah lain. Di Kalimantan Barat, Banjarmasin, umat Islam menyewa belasan pesawat untuk berangkat aksi. Begitu pula ratusan umat Islam di Payahkumbuh, Sumatra Barat. Upaya mujahid-mujahid dari daerah ini sontak membuat kucuran berkah menghujani panitia aksi.
Kedatangan mereka merupakan bukti langsung atas firman Allah SWT dalam QS al-Insyira ayat 5-6. "Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan." Dalam Tafsir Al Mishbah, Prof Quraish Shihab menjelaskan bahwa kata al-'usr yang berarti kesulitan terulang dalam Alquran sebanyak empat kali. Kata ini digunakan untuk sesuatu yang sangat keras, sulit, atau berat. Tak hanya itu, seorang perempuan mengalami kesulitan melahirkan digambarkan dengan kata tersebut.
Sementara, kata yusr atau kemudahan tercantum enam kali. Tiga di antaranya memang bergandengan dengan kata yusr. Dalam kamus-kamus bahasa, kata yusr digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang mudah, lapang, berat kadarnya, atau banyak (seperti harta). Dari pengertian tersebut, berkembang makna yang terkesan bertolak belakang. Sesuatu yang sedikit sehingga mudah diangkat dinamai yasir. Kekayaan yang memberi kelapangan kepada seseorang dinamai yasar. Maka, sangat tepat jika yusr dipadankan dengan kata 'usr.
"Agaknya, Allah SWT dalam ayat 5 dan 6 ini bermaksud menjelaskan salah satu sunah-Nya yang bersifat umum dan konsisten, yaitu setiap kesulitan pasti disertai atau disusul oleh kemudahan selama yang bersangkutan bertekad untuk menanggulanginya," tulis Quraish.
Sikap keras kapolri untuk melarang aksi mulai melunak. Sejak Kamis, Tito mulai menggelar dialog-dialog dengan pimpinan GNPF. Hingga puncaknya adalah konferensi pers pada Senin (28/11) di kantor MUI, Jakarta. Kapolri akhirnya merestui aksi yang tempatnya diubah dari awalnya di Jalan Sudirman-Thamrin menjadi ke Silang Monas, Jakarta.
Di sini Allah SWT melunakkan hati baik dari pihak kepolisian maupun GNPF. Tidak ada zero game (pokoknya saya menang) di sana. Semua pihak mengedepankan prinsip win-win solution. Tak salah bila Ketua Umum MUI KH Ma'ruf Amin mengatakan bahwa hari itu adalah yaumul marhamah atau hari kasih sayang. Hikmah berikutnya adalah firman Allah SWT dalam QS al-Ashr ayat 3. "Saling berwasiat (menasihati) dalam kebenaran dan saling berwasiat (menasihati) dalam kesabaran."
Quraish Shihab mengungkapkan, kata wasiat yang diambil dari kata washiyatun secara umum diartikan menyuruh secara baik. Berwasiat adalah tampil kepada orang lain dengan kata-kata yang halus agar yang bersangkutan bersedia melakukan sesuatu pekerjaan yang diharapkan secara bersinambung. Allah SWT dalam hal ini menyuruh kita berwasiat dalam kebenaran dan kesabaran.
Dua wasiat ini pun mengandung makna bahwa kita dituntut tak hanya mengembangkan kebenaran dari dalam diri masing-masing. Kebenaran juga harus dikembangkan pada diri orang lain karena manusia adalah makhluk sosial. "Anda dituntut untuk memperhatikan saya, sebagaimana saya diwajibkan memperhatikan Anda. Saya berkewajiban mengingatkan Anda dan Anda diharapkan menerima peringatan itu. Tetapi, pada saat yang sama Anda harus memperingatkan saya dan saya pun dengan senang hati menerima peringatan Anda," kata Quraish.
Karena itu, duduknya Presiden Joko Widodo, Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo bersama ulama dan peserta Aksi Bela Islam Jilid 3 merupakan pengejawantahan ayat tersebut. Mereka mengenyahkan ego masing-masing demi kemaslahatan umat. Demonstran dan pemerintah yang didemo bahkan bisa sama-sama shalat Jumat di tengah guyuran hujan. Kita tidak tahu apa jadinya jika Kapolri bersikeras melarang demo, sementara GNPF tetap berpendirian ingin shalat Jumat di jalan protokol. Hanya rahmat dan rahim Allah SWT yang membuat benturan dahsyat tidak terjadi.
Hikmah terakhir merupakan muhasabah diri. Mengutip KH Abdullah Gymnastiar dalam Aksi 212 lalu, hal terpenting dari kasus penistaan agama adalah apakah kita bisa lebih baik atau tidak. Janganlah kita sibuk membahas kata-kata yang tidak baik. Adapun yang paling harus berubah adalah umat Islam untuk menjadi lebih baik. Wallahu a'lam.