Selasa 13 Dec 2016 19:31 WIB

Jaksa Jelaskan Soal Surat Dakwaan Ahok yang Hanya 7 Lembar

Red: Ilham
Ketua tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) berkas perkara kasus dugaan penistaan agama dengan tersangka Basuki 'Ahok' Tjahaja Purnama, Ali Mukartono.
Foto: Republika/Mabruroh
Ketua tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) berkas perkara kasus dugaan penistaan agama dengan tersangka Basuki 'Ahok' Tjahaja Purnama, Ali Mukartono.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Penuntut Umum (JPU) sidang perkara penistaan agama yang menyeret Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengatakan, surat dakwaan yang berisi tujuh lembar sudah proporsional. Dakwaan itu murni soal kasus hukum, tanpa ada tekanan massa.

"Dakwaan itu kan isi pasal dan uraian cara-cara melakukan (penistaan) dia. Dari pidato dia yang panjang itu, yang kita ambil jadi bagian dakwaan, itu kan cuma sedikit bagian. Jadi tujuh lembar itu sudah proporsional. Tidak ada masalah," kata Ketua Tim JPU, Ali Mukartono usai sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Selasa (13/12).

Ali mengatakan, tidak ada permasalahan dengan isi surat dakwaan bernomor register perkara 147/jkt.ut/12/201 tersebut. Apalagi jika dinilai lebih sedikit daripada nota keberatan yang disampaikan Ahok beserta tim kuasa hukumnya.

Menurut dia, tidak ada tekanan selama pelimpahan berkas dan persidangan sehingga mengakibatkan proses hukum seperti terburu-buru seperti yang disampaikan oleh tim kuasa hukum dalam eksepsi. "Bagi JPU hanya semata-mata berkas perkara yang dikirim oleh penyidik Polri itu dibuat di atas sumpah jabatan. Penuntut umum harus percaya itu, jadi tidak ada tekanan dan sebagainya. Ketika berkas perkara sudah memenuhi syarat formil dan materil, kewajiban JPU harus menyerahkannya kepada pengadilan," kata Ali.

Ia menambahkan, aksi dari ratusan massa yang menyampaikan aspirasi di luar Gedung PN Jakarta Utara hanya sebuah dinamika dari proses hukum. Namun tidak akan mempengaruhi dakwaan persidangan.

JPU mendakwa Ahok dengan dakwaan alternatif Pasal 156 156 huruf a KUHP atau Pasal 156 KUHP tentang Penodaan Agama. Ahok dinilai secara sengaja telah menghina surat Al Maidah ayat 51 saat melakukan kunjungan kerja ke Pulau Pramuka, Kecamatan Pulau Seribu Selatan, Kabupaten Pulau Seribu pada 27 September 2016.

"Perbuatan terdakwa yang telah mendudukkan atau menempatkan Surah Al-Maidah ayat 51 sebagai alat atau sarana untuk membohongi dan membodohi masyarakat dalam rangka pemilihan gubernur DKI Jakarta dipandang sebagai penodaan terhadap Alquran sebagai kitab suci agama Islam sejalan dengan pendapat dan sikap keagamaan Majelis Ulama Indonesia (MUI)," kata Jaksa Ali Mukartono saat pembacaan dakwaan.

Ali menambahkan, tim JPU sudah memiliki konsep untuk penyampaian tanggapan atas eksepsi atau nota keberatan dari terdakwa Ahok dan tim kuasa hukumnya. Sidang selanjutnya akan digelar pada Selasa pekan depan (20/12) di lokasi yang sama, PN Jakarta Utara di Jalan Gajah Mada No.17 Jakarta Pusat (bekas gedung PN Jakarta Pusat).

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement