Rabu 14 Dec 2016 08:48 WIB

‎Pemuda Muhammadiyah Kritik Jalannya Persidangan Ahok

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Angga Indrawan
 Terdakwa penistaan agama, Basuki Tjahaja Purnama menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Selasa, (13/12).
Foto: Republika/Pool/Safir Makki
Terdakwa penistaan agama, Basuki Tjahaja Purnama menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Selasa, (13/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah melihat sidang perdana kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) berlangsung Selasa (13/12) secara umum berjalan baik. Meski begitu Pemuda Muhammadiyah memandang ada sedikit masalah pada pengaturan prioritas pengunjung yang boleh masuk ruang sidang, di mana ada banyak pelapor dan penasehat hukumnya yang tidak bisa masuk.

"Sementara orang-orang yang ada di dalam banyak yang tidak jelas kapasitasnya sebagai apa. Kami harapkan di persidangan berikutnya hal ini bisa ditertibkan," ujar Sekretaris PP Pemuda Muhammadiyah Pedri Kasman, Rabu (14/12).

Agenda sidang perdana kemarin adalah pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan eksepsi oleh terdakwa (Ahok) dan pensehat hukumnya (PH). Pedri mengatakan dakwaan JPU telah cukup jelas terhadap pelaku. Tempat kejadian perkara (TKP) dan tindak pidana apa yang didakwakan pun jelas.

"Kami meminta kepada JPU supaya kiranya penggunaan unsur pada pasal 156a ayat a KUHP harus dipertajam dengan alat bukti dan saksi yang menguatkan," kata dia. JPU juga diminta memperkuat dengan menghadirkan saksi fakta dan saksi ahli yang cukup. Pemuda Muhammadiyah sebagai pelapor siap membantu JPU.

Pedri mengatakan eksepsi terdakwa dan penasihat hukumnya banyak yang tidak berdasar hukum. Misalnya, kata dia, materi eksepsi telah mencakup ke pokok materi, sudah ke arah pembelaan (pledoi).  "Apa yang disampaikan oleh penasihat hukum cenderung memutar balikkan fakta. Eksepsi penasihat menunjukkan secara jelas dan nyata tidak memahami unsur dan dalil yang dimaksud pada 156a KUHP," kata Pedri.

Menurut dia, penasihat hukum juga banyak menggunakan istilah dan kondisi yang tidak relevan atas dakwaan JPU. Misalnya, penasihat hukum Ahok menyebut video yang diunggah oleh Buni Yuni, padahal tidak satu pun pelapor yang menyerahkan barang bukti dari video Buni Yani. Dan video itu sudah dilakukan uji laboratoium forensik oleh penyidik dan terbukti tidak ada editan sama sekali.

Pihaknya sangat yakin JPU dapat menanggapi eksepsi dari penasihat hukum terdakwa dengan sangat cermat, dan membuktikan Ahok memenuhi unsur pidana sebagaimana pasal 156a ayat a KUHP. Oleh karenanya Pedri menyebut sidang perdana ini cukup untuk meyakinkan majelis hakim bahwa Ahok layak dipidana sebagai penista agama. Pihak JPU dinilai tinggal mempertajam dengan alat bukti dan keterangan saksi.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement