Rabu 14 Dec 2016 21:20 WIB

Ma'had Aly Bentuk Kaderisasi Ulama

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Agus Yulianto
Mahasantri Mahad Al-Aly, UIN Malang.
Mahasantri Mahad Al-Aly, UIN Malang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama menilai kaderisasi ulama harus dilakukan serius, apalagi persoalan umat makin kompleks. Ma'had Aly diharapakan jadi bagiannya.

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menjelaskan, Kementerian Agama memberi perhatian besar terhadap pendidikan Islam yang tulang punggungnya adalah madrasah dan pesantren. Untuk Madrasah, Kemenag membuat empat fokus yakni madrasah reguler, madrasah akademik, madrasah keagamaan khusus tafaqquh fiddin yang lulusannya sengaja diproyeksikan untuk mendalami ilmu agama, dan madrasah vokasi yang memfasilitasi pendidikan kejuruan.

Khusus tafakuh fiddin di pesantren, terutama pesantren salafiyah, Kemenag mengembangkan Ma'had Aly yang saat ini jumlahnya 13 pesantren. Ma'had Aly ini terus dipantau dan dampingi. Tiap Ma'had Aly mengembangkan program studi spesialisasi. Lukman mencontohkan di Wajo, Sulawesi Selatan mengembangkan tafsir karena para gurunya mendalami tafsir. Ma'had Aly di Pati, Jawa Tengah, mengembangkan usul fiqih karena didirikan Kiai Sahal Mahfudz yang ahli pada bidang itu.

"Kader ulama perlu ditangani serius karena tuntutannya makin tinggi. Ulama kita juga dituntut untuk paham aneka ilmu karena masalah umat makin komplesk," kata Lukman kepada Republika yang bersilaturahim ke Kemenag di Kantor Kemenag, Rabu (14/12).

Untuk melengkapi, Kemenag memberi akses aplikasi iSantri sehingga para santri mudah mengakses ratusan kitab. Dari pengalaman mondok, Lukman mengatakan, untuk memiliki Kitab Munjid bagi santri zaman dulu harus menabung dan mempunyai Munjid adalah kebanggaan. Dengan ponsel pintar dan aplikasi iSantri, kitab-kitab jadi mudah diakses.

"Karena kami khawatir, ada kitab yang tidak disentuh. Pesantren kini berkembang demikian beragam. Tapi itu tidak dilarang karena pesantren kan merespon tuntutan masyarakat tapi jangan lupakan tulang punggungnya. Ini cara kami melayani lembaga pendidikan keagamaan," tutur Lukman.

Melalui Peraturan Menteri Agama tentang mu'addalah (kesamaan), Kemenag berharap, bila selama ini, lulusan pesantren salafiyah tidak diakui, maka setelahnya bisa diakui. "Jangankan di universitas, masuk IAIN saja susah. Maka dibuat Muadalah. Termasuk ma'had aliy yang setara S1," kata Lukman.

Maka, pesantren yang punya Ma'had Aly ada syarat yang harus dipenuhi. Kemenag sendiri tidak memiliki target kuantitatif, tapi pada kualitas bahwa Kemenag tetap harus punya jaminan pesantren akan menghasilkan spesifikasi bidang keilmuan. Ma'had Aly juga sarana lain selain yang dikembangkan UIN atau IAIN.

"Kerja sama dengan UIN atau IAIN belum ada. Kemenag masih fokus menjamin lulusan Ma'had Aly yang ingin mendalami tafaquh fiddin setara lulusan UIN. Dengan itu, lulusan Ma'had Aliy akan bisa melanjutkan sekolah termasuk ke Al Azhar atau ke Madinah," ujarnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement