REPUBLIKA.CO.ID, ALEPPO -- Fokus Presiden Suriah Bashar al-Assad menyerang Aleppo selama sembilan bulan terakhir, membuka jalan bagi ISIS untuk menguasai kota kuno Palmyra di Suriah. Militan ISIS memasuki Palmyra pada Sabtu (10/12) setelah terdesak oleh pasukan Suriah dan Rusia di Aleppo timur.
Keberhasilan pasukan Suriah menguasai Aleppo harus dibayar mahal oleh penduduk Palmyra. Palmyra Coordination Committee (PCC) mengatakan, militer Rusia dan pasukan Iran telah menarik diri dari Palmyra, beberapa hari sebelum ISIS kembali memasuki kota itu.
Dilansir dari The Independent, masalah ini dibawa di dalam debat darurat terkait Suriah di Dewan Rakyat Inggris. Sejumlah anggota parlemen mempertanyakan prioritas Assad dalam konflik di Aleppo.
"Tidak jelas apakah rezim Assad dan Rusia telah memusatkan seluruh fokus mereka menghancurkan Aleppo timur dan memperbolehkan ISIS merebut kembali Palmyra," ujar Anggota Parlemen Buruh dan Koperasi untuk Ilford Selatan, Mike Gapes.
Asisten Profesor Studi Pertahanan di King's College London, Jean-Marc Rickli mengatakan penyebaran pasukan di Aleppo membuat wilayah lain di Suriah kekurangan penjagaan.
"Aleppo adalah kota yang sangat strategis bagi rezim Assad. Ketika Suriah memutuskan merebut kembali kota itu, mereka harus menarik pasukan sebanyak mungkin dari kota lain. Palmyra menjadi salah satunya," kata Rickli.
Palmyra juga merupakan target stategis bagi ISIS. Merebut kembali Palmyra menjadi pencapaian luar biasa ISIS selama 18 bulan, setelah kehilangan kota Fallujah dan Jarablus, serta Mosul dan Raqqa.