REPUBLIKA.CO.ID, ALEPPO -- Gencatan senjata antara kelompok oposisi dengan Pemerintah Suriah dimotori oleh Rusia sebagai sekutu Presiden Bashar Assad yang terkuat. Sedangkan gencatan senjata di sisi kelompok oposisi didukung oleh Turki. Gencatan senjata ini mulai dilakukan pada Selasa lalu.
Namun, evakuasi di wilayah Aleppo yang dikuasai oleh kelompok oposisi malah tak dilaksanakan. Pada Rabu, (14/12), terjadi serangan tembakan di Aleppo. Turki menuding Pemerintah Suriah melanggar gencatan senjata.
Komisioner Tinggi PBB untuk HAM Zeid Raad al Hussein mengatakan, Pemerintah Suriah dan sekutunya malah melakukan serangan. "Bombardir yang dilakukan oleh tentara Pemerintah Suriah dan para sekutunya bisa disebut sebagai kejahatan perang," katanya.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan Presiden Rusia Vladimir Putin saling menelepon. Mereka sepakat untuk bekerja sama untuk memulai proses gencatan senjata. Namun, sayangnya, usai kedua pimpinan negara itu saling menelepon untuk bersepakat, pertempuran kembali terjadi di Aleppo.
Pengamat mengatakan, tentara Pemerintah Suriah melakukan serangan di Distrik Sukkari, Aleppo yang merupakan wilayah yang diduduki oleh kelompok oposisi. Kemudian kelompok oposisi membalas tentara Pemerintah Suriah dengan melakukan serangan menggunakan bom-bom mobil.
Warga di Aleppo timur telah mengepak barang-barang mereka. Selain itu, mereka juga membakar barang-barang pribadinya agar tak dijarah oleh tentara Suriah dan milisi Iran pendukungnya. Hingga saat ini, pejabat militer pendukung Assad tak bisa dikontak untuk menanyakan mengapa evakuasi terhenti.