REPUBLIKA.CO.ID, TIMIKA -- Keuskupan Timika, Papua mengajak umat Katolik setempat merayakan Natal dan Tahun Baru 2017, dalam suasana kesederhanaan tanpa pesta pora. Sekretaris Keuskupan Timika Pastor Bernard SCJ di Timika mengatakan, hingga kini, masih banyak orang larut dalam kebiasaan merayakan Natal dan Tahun Baru secara berlebihan.
"Harus diingat bahwa masih banyak di antara saudara-saudara kita yang berkekurangan dan sangat membutuhkan perhatian dari kita semua. Alangkah lebih baik jika kelebihan yang kita punya dibagikan kepada orang lain yang berkekurangan sebagai kado Natal agar merekapun merayakan Natal dalam sukacita dan penuh persaudaraan," ujarnya, Kamis (22/12).
Secara khusus Pastor Bernard menyoroti kebiasaan warga yang suka berpesta minuman keras beralkohol pada setiap perayaan pergantian tahun. Kebiasaan mabuk-mabukan alkohol seperti itu, katanya, tidak baik selain dapat mengganggu kesehatan orang yang mengonsumsinya, tetapi juga dapat menimbulkan keresahan sosial.
"Kadang masyarakat kita punya kebiasaan seperti itu. Sudah bekerja keras selama sepanjang tahun lalu pada malam pergantian tahun semuanya dihabiskan untuk pesta pora, minum mabuk. Itu keliru besar. Kita berharap mudah-mudahan ada kesadaran yang dibangun dari tahun ke tahun agar ada perubahan dalam menyikapi waktu pergantian tahun kali ini," ucapnya.
Untuk itu, Pastor Bernard mengajak umat kristiani di wilayah Keuskupan Timika agar merenungkan seruan Paus Fransiskus bahwa Natal merupakan refleksi kehidupan diri seseorang. Sebagai pribadi, setiap orang diajak untuk menjadi pohon yang memberi kesejukan dan keteduhan serta pengharapan kepada semua orang. Tidak itu saja, melalui peristiwa Natal, setiap orang diajak untuk menjadi kado terindah bagi orang lain dengan saling mengunjungi, saling menyapa dan saling meneguhkan.
Menyambut perayaan Natal tahun ini, Keuskupan Timika mendatangkan sejumlah tenaga pastor (imam) dari luar seperti dari Palembang, Jakarta, Nusa Tenggara Timur dan Jayapura. "Sampai sekarang kami masih kekurangan tenaga imam untuk memberikan pelayanan misa di gereja-gereja di pedalaman. Syukurlah pada tahun-tahun terakhir ini tinggal lima paroki yang belum memiliki pastor tetap," ujar Bernard.