Rabu 28 Dec 2016 10:48 WIB

Golkar: Bangun Demokrasi yang Berkeadaban

Setya Novanto
Foto: Yogi Ardhi/Republika
Setya Novanto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Golkar melihat fundamental demokrasi Indonesia dalam ujian yang serius. Dinamika politik mutakhir terjadi karena sikap saling menghargai dan menghormati tergerus oleh ego dan kepentingan jangka pendek. 

Ketua Umum DPP Partai Golkar Setya Novanto menjelaskan, transisi demokrasi tak boleh berhenti pada hal-hal yang bersifat prosuderal, tetapi harus membawa perubahan nilai, pola pikir, dan perilaku. "Kita harus mampu membangun demokrasi yang berkeadaban, yaitu demokrasi yang membawa kebaikan dan keluhuran. Bukan demokrasi yang membawa benih-benih perpecahan bagi keutuhan bangsa," kata dia dalam keterangannya, Rabu (28/12).

Menurutnya, fundamental demokrasi Indonesia tidak akan tumbuh kuat tanpa penegakan hukum dan pemahaman terhadap filosofi kehidupan berbangsa untuk saling menghormati dan menghargai setiap perbedaan antarkomponen bangsa. Nilai-nilai tersebut menjadi kunci dalam menjaga semangat keindonesian yang plural.

"Kedewasaan berpolitik juga mesti menjadi penuntun. Kita tidak boleh terjebak dalam hiruk pikuk politik sosial media yang terkadang penuh dengan ujaran kebencian dan berbagai berita hoax. Perbedaan dan sikap politik tak boleh membelah anak bangsa pada perpecahan, perbedaan harus menjadi kekuatan dalam memantapkan kebhinekaan kemajemukan," kata dia.

Sebab, lanjut Novanto, politik pada hakikatnya adalah upaya untuk membangun konsensus demi kehidupan bersama yang menjamin rasa aman, adil, dan membawa kemaslahatan bagi seluruh rakyat. Politik yang tumbuh baik akan linear dengan hal-hal positif. Sementara politik yang penuh dengan ancaman, kebencian, dan pembunuhan karakter hanya akan melahirkan keburukan.

"Maka peran partai politik sebagai wadah partisipasi politik warga negara harus ditingkatkan. Partai politik perlu memberikan perhatikan pada pendidikan politik masyarakat. Partai politik tidak boleh hanya mengejar kekuasaan semata, tapi lupa untuk mendidik masyarakat supaya lebih dewasa dalam berpolitik. Lebih dari itu partai politik harus hadir di tengah masyarakat untuk memberi solusi," tandasnya.

Pada 2017, lanjutnya, Indonesia juga dihadapkan dengan pilkada serentak tahap kedua. Ada 101 daerah yang akan mengalami suksesi kepemimpinan. Terkait itu, rakyat harus dipahamkan agar dapat memilih pemimpin yang visioner. 

Yakni, pemimpin yang dapat membawa perubahan untuk kemajuan daerahnya. Karena  itu rakyat harus menentukan pemimpinnya secara demokratis, bukan karena politik uang atau pencitraan yang bersifat semu.

Indonesia, lanjutnya, juga dituntut untuk terus meningkatkan kinerja demokrasi yang masih dalam tahap sedang. Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) sendiri kini mencapai angka 72,82. Kesadaran politik masyarakat yang ditunjukkan dengan hak-hak politik juga mengalami kenaikan sebesar 6,91 poin, naik dari 63,72 menjadi 70,63.

"Tapi, kebebasan sipil dan kepercayaan terhadap lembaga-lembaga demokrasi menurun. Indeks kebebasan sipil turun 2,32 poin dari 82,62 menjadi 80,30, sedangkan lembaga-lembaga demokrasi turun cukup tinggi mencapai 8,94 poin dari 75,81 menjadi 66,87,” paparnya.

Hal ini, kata dia, menjadi tantangan karena kepercayaan masyarakat terhadap kinerja parlemen cenderung terus menurun. DPR perlu melakukan merevitalisasi agar lebih optimal dalam membuat undang-undang, menyusun anggaran untuk rakyat serta menyuarakan aspirasi dan kepentingan rakyat. 

"Peningkatan fungsi pengawasan juga perlu dimantapkan demi tegaknya mekanisme check and balances, karena demokrasi yang sehat membutuhkan kontrol dalam  pemerintahan dan pembangunan," kata Ketua DPR RI tersebut.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement