REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) dan Kementerian Perdagangan menyiapkan skema kerja sama khusus untuk stabilisasi harga komoditas cabai dan bawang merah melalui PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI). Sayangnya, PPI hingga saat ini belum maksimal dalam menyerap produksi cabai dan bawang merah petani.
Hal tersebut disampaikan Dirjen Hortikultura Kementan Spudnik Sujono kepada wartawan di Auditorium Ditjen Hortikultura, Rabu (28/12). "PPI masih coba-coba," ujarnya.
Ia mengatakan, pihaknya telah menawarkan kepada PPI. Namun, dari angka yang ditawarkan, PPI hanya mau menerima sekitar 70 persennya. Ia mencontohkan, saat ditawarkan untuk menyerap 10 ton cabai per hari, PPI baru mau menerima 7 ton per hari. "Belum diambil semua maksud saya, sekarang masih sedikit," lanjut dia.
Skema kerja sama tersebut juga merangkul kelompok tani mitra Ditjen Hortikultura (Champion) untuk menjual komoditas cabai dan bawang merahnya kepada pemerintah. Champion tersebut mendapat bantuan APBN dari Kementan, dengan catatan, harus menjual hasil tani kepada pemerintah.
Namun ia menegaskan, harga beli oleh pemerintah dalam hal ini Kementan tidak merugikan petani. "Sistem dengan mitra setia yang mau bantu dibangun karena saya nggak punya lahan," ujarnya.
Pasokan cabai dan bawang merah dari Champion menyumbang 30 persen total kebutuhan DKI Jakarta. Pada November hingga Desember 2016, Champion memasok 8-10 ton cabai per hari dengan harga sampai Jakarta Rp 22 ribu per kg cabai merah keriting dan Rp 17 ribu cabai rawit merah.
Sedangkan, untuk bawang merah, Champion memasok 7,5 ton per hari dengan harga di tingkat petani Rp 22.500 per kg rogol askip dan Rp 18.300 per kg konde askip.
Ia berharap ke depannya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) baik PPI maupun Bulog siap menyerap cabai dan bawang merah dari petani. Namun, tentunya perlu infrastruktur yang memadai, yaitu gudang dengan sirkulasi dan temperatur baik. Sebab, cabai dan bawang merah merupakan komoditas yang mudah rusak dalam kondisi lembab dan panas.
Berdasarkan pengalamannya, ia pernah menyimpan 1.300 ton bawang merah dari Bima ke gudang beras Bulog. "Sirkulasi nggak ada ya benyek, nggak seluruhnya, tapi itu nggak baik," ujarnya.