Jumat 30 Dec 2016 18:12 WIB

PBNU Ajak Kembali ke Jatidiri Bangsa

 Ketua Umum PBNU Said Aqil SIraj (kedua kanan) didampingi Sekjend PBNU Helmy Faishal Zaini (kanan), Wakil Rais Aam Masdar Farid Mas’udi (kedua kiri), tengah menyampaikan pernyataannya pada acara konpers Refleksi Akhir Tahun bertajuk “Pesan Moral dan Muhasa
Foto: Republika / Darmawan
Ketua Umum PBNU Said Aqil SIraj (kedua kanan) didampingi Sekjend PBNU Helmy Faishal Zaini (kanan), Wakil Rais Aam Masdar Farid Mas’udi (kedua kiri), tengah menyampaikan pernyataannya pada acara konpers Refleksi Akhir Tahun bertajuk “Pesan Moral dan Muhasa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengajak semua pihak untuk kembali ke jati diri bangsa yang mengakui kemajemukan dalam wadah perjanjian yang diikat dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika. Menurut PBNU, takdir bangsa Indonesia sebagai bangsa majemuk, plural, multietnis dan multiagama harus disyukuri sebagai berkah untuk saling berlomba memberikan yang terbaik kepada bangsa dan negara, bukan menuntut yang lebih banyak.

"Perbedaan adalah tambahan energi untuk melipatgandakan kekuatan, bukan benih untuk menumbuhkembangkan perpecahan," kata Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj dalam acara refleksi akhir tahun di Gedung PBNU, Jakarta, Jumat (30/12).

PBNU mengingatkan, seluruh elemen bangsa untuk merefleksikan terus menerus kesepakatan-kesepakatan dasar bangsa Indonesia yang mencakup Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. "Seluruh ikhtiar mengisi pembangunan harus dijiwai dan diorientasikan untuk memperkuat konsensus nasional, bukan malah untuk mempertajam perbedaan," kata Said Aqil.

PBNU menilai, tahun 2016 diwarnai narasi penonjolan politik identitas yang rentan menggerogoti sendi-sendi konsensus nasional berdasarkan Pancasila sebagai "tali pengikat". Perhelatan politik Pilkada DKI dan konflik Timur Tengah dieksploitasi sebagai bahan bakar untuk menyulut benih-benih perpecahan antarelemen bangsa.

Media sosial tidak menjelma sebagai arena pertarungan opini yang konstruktif, tetapi justru malah menjadi panggung provokasi fitnah dan kebencian. "Polarisasi tersebut melibatkan penggunaan sentimen SARA untuk tujuan politik yang sesungguhnya berbahaya bagi kelangsungan sendi-sendi konsensus nasional," kata Said Aqil.

Oleh karena itu, PBNU merasa perlu untuk mengingatkan kembali segenap warga bangsa mengenai konsensus nasional yang sudah diletakkan dasar-dasarnya oleh para pendiri bangsa. PBNU mengucapkan terima kasih kepada semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat, yang setia menjaga dan merawat keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Sebaliknya, PBNU meminta pemerintah, khususnya aparat keamanan, agar bertindak tegas kepada kelompok radikal yang mengancam keberlangsungan NKRI. "Pemerintah, khususnya Polri, harus bertindak tegas, jangan menunggu mereka menjadi lebih besar baru mengambil tindakan," kata Said Aqil yang dalam kesempatan itu didampingi sejumlah pengurus PBNU, antara lain Sekjen Helmy Faishal Zaini dan Bendahara Umum Bina Suhendra.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement