REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ingin penerbitan sukuk korporasi diperbesar. Hal ini mengingat kontribusi sukuk korporasi di aset keuangan syariah nasional masih kecil.
Pasar modal syariah tercatat berkontribusi paling besar dalam aset keuangan syariah dengan nilai Rp 451,2 triliun, dari total aset keuangan syariah per Februari 2017 yang mencapai Rp 897,1 triliun. Namun, sebagian besar kontribusi tersebut masih disumbang oleh sukuk negara yang mencapai Rp 423,29 triliun.
Berdasarkan data OJK selain sukuk negara, aset sukuk korporasi mencapai Rp 11,75 triliun, dan reksa dana syariah Rp 16,20. Nilai ini masih jauh lebih kecil dibandingkan penerbitan sukuk negara.
Direktur Pasar Modal Syariah OJK Fadilah Kartikasasi menjelaskan, meski penerbitan sukuk korporasi masih sangat kecil persentasenya, meski trennya masih tetap tumbuh. Umumnya, penerbitan sukuk korporasi banyak dilakukan pada semester 2.
"Penerbitan sukuk oleh korporasi ini banyak di semester kedua. Ada tiga yang sudah di pipeline," ujar Fadilah kepada Republika.co.id, Selasa (2/5).
Sedikitnya penerbitan sukuk korporasi pada semester 1 disebabkan oleh adanya jadwal penerbitan sukuk ritel yang diterbitkan Kementerian Keuangan, sehingga korporasi memilih penerbitan sukuk pada semester 2.
Selain itu, kendala lainnya yakni masih terdapat kurang pemahaman atau persepsi yang keliru terhadap sukuk korporasi, seperti agunan, underlying asset, dan lainnya. Hal tersebut yang membuat korporasi masih ragu-ragu untuk menerbitkan sukuk.
Untuk meningkatkan penerbitan sukuk korporasi, pihaknya tengah mendorong perusahaan BUMN infrastruktur untuk menerbitkan sukuk korporasi. Dia juga berharap ada kebijakan dari Kementerian BUMN agar mendorong korporasi BUMN untuk menerbitkan sukuk korporasi. "Ke depan kita akan menciptakan market maker, apakah lembaga baru yang menjadi market maker dari sukuk sehingga tidak ada kekhawatiran dari investor untuk menerbitkan sukuknya," kata Fadilah.
Menurut Fadilah, market maker masih dalam tahap kajian. "Kita sih inginnya nanti ada lembaga yang di-back up pemerintah untuk menjadi market maker, supaya kuat dari sisi pendanaan," ujarnya.
Selain itu, OJK akan melakukan potongan pungutan dengan merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pungutan oleh Otoritas Jasa Keuangan. Saat ini revisi tersebut sedang menunggu persetujuan Kementerian Keuangan.
Berdasarkan data OJK, jumlah outstanding sukuk korporasi per 21 April 2017 sebanyak 55 seri, meningkat 3,77 persen dibandingkan dengan akhir 2016 sebanyak 53 seri sukuk. Dari sisi nilainya, sebesar Rp 12,13 triliun, meningkat sebesar 2,10 persen dibandingkan akhir 2016 sebesar Rp 11,88 triliun. Dari 55 sukuk korporasi ini, terdapat 37 sukuk yang menggunakan akad ijarah (67,27 persen) dan 18 sukuk yang menggunakan akad mudharabah (32,73 persen). Nilai sukuk ijarah mencapai Rp 5,79 triliun (47,75 persen) sementara sukuk mudharabah mencapai Rp 6,34 triliun (52,25 persen) .
Jumlah outstanding sukuk negara sebanyak 53 seri, jumlah tersebut sama dengan posisi akhir tahun 2016. Dari sisi nilainya, sukuk negara sebesar Rp 485,8 triliun, meningkat sebesar 18,09 persen dari akhir 2016 sebesar Rp 411,37 triliun. Sedangkan jumlah saham syariah per 21 April 2017 sebanyak 348 saham, meningkat 0,29 persen dibandingkan akhir 2016 sebanyak 347 saham syariah.