Sabtu 21 Jan 2017 20:12 WIB

Mitigasi Hewan Ternak Cegah Penyebaran Antraks

Rep: Rizma Riyandi/ Red: Indira Rezkisari
Dua warga berusaha menjinakkan ternak sapinya saat akan diberi vaksin antraks di Desa Patalassang, Kecamatan Patalassang, Kabupaten Gowa, Sulsel, Selasa (20/9). Dinas Peternakan Gowa memberi vaksin antraks kepada sejumlah ternak sapi warga, menyusul sekita
Foto: FOTO ANTARA/Sahrul Manda Tikupadang/ss/pd/11
Dua warga berusaha menjinakkan ternak sapinya saat akan diberi vaksin antraks di Desa Patalassang, Kecamatan Patalassang, Kabupaten Gowa, Sulsel, Selasa (20/9). Dinas Peternakan Gowa memberi vaksin antraks kepada sejumlah ternak sapi warga, menyusul sekita

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN – Untuk mencegah penyebaran antraks, Dekan Fakultas peternakan UGM, Ali Agus menyarankan agar pemerintah dan masyarakat meningkatkan mitigasi perdagangan hewan. Terutama pada daerah yang dicurigai terinfeksi antraks.

“Lalu lintas hewan ternak di daerah endemis harus segera diputus agar bakteri antraks tidak menyebar ke luar daerah,” katanya saat ditemui di Fortagama UGM, Sabtu (21/1). Selain itu, pemerintah juga harus mengawasi mobilisasi hewan ternak.

Sebab pergerakan hewan yang sakit akan menyebabkan penyakit berpindah dari satu daerah ke daerah lainnya. Oleh karena itu, jika ditemukan hewan terkena antraks, maka lalu lintas hewan di daerah yang bersangkutan harus ditutup.

Selain itu, guna mencegah penyebaran bakteri antraks, pemerintah juga harus melakukan desinfeksi di daerah terkena antraks. Sementara hewan-hewan disekitarnya harus diobati dan diberi vaksin.

Adapun hewan mati akibat antraks sebaiknya segera dimusnahkan sesuai dengan prosedur yang berlaku. Di samping itu barang-barang yang tercemar atau pernah bersentuhan dengan hewan tersebut harus dimusnahkan juga.

“Sekali lagi masyarakat tidak perlu terlalu panik, harus tenang dan berpikir jernih serta segera melakukan mitigasi terhadap kasus antraks ini,” kata Ali.

Di sisi lain, Pemkab Sleman sudah melakukan upaya pencegahan penyebaran antraks dengan melakukan pengawasan pasar dan vaksinasi. Bupati Sleman, Sri Purnomo menuturkan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Dinas Pertanian Pangan dan Kehutanan (DPPK) untuk mengawasi distribusi daging sapi di wilayah setempat.

“Kami tentunya mencegah antraks masuk ke Sleman. Dinas Pertanian sudah melakukan berberapa upaya pengawasan,” katanya. Meski di Sleman belum pernah ada kejadian antraks, Sri mengemukakan, pencegahan penyakit hewan yang bisa menular pada manusia itu penting dilakukan. Karena virus antraks sangat berbahaya.

Kepala DPPK Sleman, Widi Sutikno membenarkan adanya upaya pencegahan peredaran daging sapi asal Kulonprogo. DPPK juga menambah jumlah petugas kesehatan hewan di lapangan untuk meningkatkan pengawasan, baik di pasar tradisional maupun pasar hewan.

“Kita mencegah bukan artinya kita anti Kulonprogo. Tapi ini kan demi kebaikan kita bersama,” ujarnya. Selain melakukan pengawasan, DPPK berencana untuk melakukan vaksinasi terhadap sapi-sapi yang diduga sakit.

Namun demikian, Widi menyampaikan, upaya pencegahan antraks yang tidak kalah penting adalah sosialisasi pada masyarakat. Pasalnya awal mula kasus antraks di Kulonprogo terjadi karena warga menyembelih dan memakan sapi yang sedang sakit.

Padahal sapi yang sakit seharusnya ditangani secara medis. Bukan malah dikonsumsi tanpa mengetahui penyakitnya terlebih dulu. “Jadi kalau ada sapi sakit tolong lapor ke kita. Kita sudah bekerjasama dengan Balai Besar Veteriner Wates untuk memantau antraks,” tutur Widi.

Menurutnya, fasilitas kesehatan hewan untuk memantau kejadian antraks di Sleman sudah cukup memadai. Setidaknya ada 14 Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan) yang tersebar di Kabupaten Sleman yang mampu memberikan vaksin antraks pada sapi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement