REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nama Tatar mulai muncul pada abad pertengahan di Cina sebagai julukan untuk menyebut salah satu suku Mongol. Tak diketahui dengan pasti apakah Tatar masuk dalam pasukan Jengis Khan yang memorakporandakan Asia Tengah, Timur Tengah, sampai Rusia itu pada abad ke-12.
Yang pasti mereka sudah menempati wilayah antara Sungai Volga dan Sungai Kama sebelum datangnya serbuan bangsa Mongol. Mereka berasal dari suku-suku nomaden yang menguasai padang stepa besar Golden Horde yang membentang antara Laut Hitam, Laut Kaspia, sampai ke Siberia.
Namun, nama Tatar mulai dipergunakan secara resmi setelah Kerajaan Kazan Khanate didirikan pada 1438 oleh salah satu keturunan Jengis Khan. Tetapi, orang Finnic, sebuah suku yang berasal dari Eropa Utara tetap memanggil mereka dengan sebutan yang benar sesuai sejarah: Volga Bulgaria, sebuah kelompok masyarakat nomaden di tanah Rusia yang menghuni wilayah antara Sungai Volga dan Sungai Kama.
Orang Tatar memeluk agama Islam pada abad ke-10 setelah datangnya utusan khalifah Abbasiyah al-Muqtadir yang berkuasa di Bagdad, Irak. Setelah mendirikan kerajaan Kazan Khanate, komunitas Tatar yang dikenal sebagai suku dari padang stepa besar itu kemudian mendominasi Rusia selama berabad-abad sehingga tanah Rusia kala itu sempat dijuluki dengan Tartaria. Mereka termasyhur dengan reputasi sebagai penunggang kuda yang luar biasa.
Sejak memeluk Islam, orang Tatar atau Volga Bulgaria sudah mencetak koin perak dengan tulisan Arab. Mereka dikenal sebagai pandai besi yang mencetak besi berkualitas tinggi, berdagang komoditas bulu binatang dengan bangsa-bangsa lain di Eropa Timur sampai Timur Tengah.
Wilayah yang dihuni bangsa Tatar dikenal memiliki banyak bengkel metalurgi, tembikar, dan kerajinan emas dan perak. Komoditas yang paling terkenal adalah kulit. Karena kualitasnya sangat terpandang, di Asia Tengah dan Persia kulit terbaik disebut Bulgar.
Sebagian besar masyarakat Tatar ketika itu sudah melek huruf. Perpustakaan banyak ditemui di masjid maupun madrasah. “Ketika bangsa Slav masih belum mendirikan gereja dan belum mulai menduduki wilayah itu atas nama bangsa Eropa, maka Bulgar sudah mendengarkan bacaan Alquran di tepi Sungai Volga dan Kama,'' tulis sejarawan Rusia SM Solovyov menggambarkan majunya peradaban Kazan ketika itu.
Namun, Kerajaan Kazan Khanate akhirnya mengalami kemunduran karena banyak mengalami pergolakan internal berupa perebutan kekuasaan. Pada tahun 1552, Khazan Khanate akhirnya takluk kepada Kekaisaran Rusia yang didirikan oleh orang-orang Slavik yang berpusat di Moskow. Mulai saat itu, bangsa Tatar mengalami kemunduran di berbagai bidang, baik ekonomi maupun budaya. Aset ekonomi banyak dikuasai orang Rusia maupun orang Tatar pro-Moskow dan banyak orang Tatar yang berpindah ke agama Kristen.
Kaisar Rusia Peter Agung pada awal 1700-an memberlakukan aturan diskriminatif yang membatasi kebebasan warga Muslim, terutama bangsa Tatar. Peter bahkan memaksa Muslim Tatar beralih keyakinan menjadi pemeluk Kristen Orthodoks. Aturan diskriminasi itu kemudian dihapuskan oleh Ratu Catherine pada abad ke-18. Bahkan, pada 1771 Catherine mengizinkan pendirian dua madrasah.
Atas tindakannya menghapuskan aturan-aturan diskriminatif terhadap kaum Tatar, ratu Kekaisaran Rusia itu sangat dihormati di Kazan. Ada suatu anekdot yang mengisahkan keluhan pendeta Orthodoks atas pembangunan menara masjid yang lebih tinggi dari menara gereja. Menurut cerita, Catherine menjawab, “Aturan saya berlaku di Bumi. Apa yang terjadi di langit adalah urusan Tuhan.” Pernyataannya tersebut secara tidak langsung mengizinkan menara masjid tetap berdiri.
(Baca: Siapa Sebenarnya Muslim Tartar?)