REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Literasi adalah kemampuan dalam menangkap makna yang tersimpan dalam berbagai pesan yang dibaca, lalu merespons makna itu secara tepat sebagai dasar untuk memutuskan sesuatu sebelum bertindak.
“Wujud literasi adalah tejadinya konsistensi antara yang dibaca, dipikirkan, diucapkan, dan dilakukan, sesuai dengan makna apa yang dibaca,” kata Direktur Institut Indonesia Bermutu (IIB) Zulfikri Anas dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Selasa (24/1/2017).
Zulfikri menambahkan, kekeliruan yang sering terjadi adalah menganggap bahwa membaca sebatas aktivitas atau keterampilan merangkai huruf menjadi kata, kata menjadi kalimat dan seterusnya. Akibatnya, kata Zulfikri, budaya literasi hanya menjadi kegiatan seremonial belaka.
“Kita tahu, bawa aktivitas membaca sudah menjadi kegiatan rutin manusia sejak dalam kandungan. Bagaimana ia membaca pesan-pesan memalui perkataan dan perbuatan ibu dan ayahnya, dan kebiasaan itu ia teruskan setelah ia lahir,” ujar Zulfikri.
Pada masa-masa awal belajar secara khusus dan lebih formal, manusia mulai membaca yang lebih kompleks, misalnya membaca tanda-tanda atau rambu-rambu berupa anjuran dan larangan. “Manusia mulai membaca apa.yang harus dilakukan, atau apa yang boleh dan apa yang tidak boleh, dan bagaimana seharusnya kita menjadi manusia yang baik,” tutur Zulfikri yang juga seorang pakar pendidikan.
Zulfikri mengemukakan, membaca pada masa awal usia anak adalah berlatih menata logika. “Setelah logika mulai tertata, maka anak-anak akan lebih mudah membaca yang lebih abstrak dan lebih kompleks lagi, yaitu membaca lewat simbol-simbol huruf, kata, dan kalimat,” paparnya.
Zulfikri menyebutkan, membaca rangkaian huruf dan kalimat adalah kegiatan yang sangat mudah apabila logika sudah tertata dengan baik. “Apa yang akan terjadi nanti pada tahap selanjutnya sangat bergantung pada ketepatan kita sebagai orang tua atau guru dalam menstimulasi tumbuhnya budaya baca, yaitu membaca secara kaffah menuju literasi penuh,” ujar Zulfikri.
Ia menjelaskan, literasi penuh atau kemampuan membaca secara kaffah diindikasikan oleh kemampuan menangkap makna untuk membangun pola pikir, menalar, merespons, menyelesaikan persoalan hidup, memilih dan memutuskan sesuatu dengan cara yg tepat, pada saat yang tepat, serta pada tempat yang tepat.
“Dengan demikian kehadiran kita sebagai manusia bermakna bagi kehidupan secara keseluruhan. Ini sejalan dengan amanah Ilahi yang mengutus manusia sebagai khalifah, pengelola sumber daya alam, pembangun serta penyelamat kehidupan, khalifah yang bijak,” tutur Zulfikri Anas.