Senin 30 Jan 2017 22:19 WIB

Parlemen Irak Desak Pemerintah Balas Larangan Trump

Unjuk rasa menolak kebijakan Trump yang melarang pendatang muslim ke Amerika di Bandara Internasional San Franscisco
Foto: Peter Dasilva/EPA
Unjuk rasa menolak kebijakan Trump yang melarang pendatang muslim ke Amerika di Bandara Internasional San Franscisco

REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Anggota Parlemen Irak pada Ahad (29/1) mendesak pemerintah Irak melakukan tindakan balasan terhadap pembatasan paling akhir oleh Presiden AS Donald Trump mengenai masuknya warga dari tujuh negara Muslim, termasuk Irak ke Amerika Serikat.

Beberapa anggota Parlemen Irak menolak keputusan presiden baru AS itu, dan mengatakan Irak mesti membalas dengan melarang warga AS memasuki Irak. "Kami menolak keputusan Presiden Trump sebab Irak berada di garis depan dalam memerangi terorisme, dan kita berada di pihak yang menjadi syuhada dan mengorbankan diri buat perang atas nama seluruh dunia," kata Hanan Al-Fatlawi, perempuan anggota Komite Urusan Luar Negeri di Parlemen Irak.

"Tidak adil warga negara Irak diperlakukan seperti ini. Kami meminta Pemerintah Irak melakukan tindakan serupa terhadap keputusan Amerika Serikat tersebut," kata wanita anggota Parlemen tersebut, setelah pertemuan komite guna membahas keputusan AS itu.

Ia menambahkan Komite Parlemen menuntut Kementerian Luar Negeri Irak menghubungi Pemerintah AS untuk mengkaji keputusan mereka. "Irak adalah negara berdaulat dan akan dipaksa untuk membalas, dan itu akan mempengaruhi kerja sama secara negatif, termasuk kerja sama militer dalam perang melawan kelompok ISIS," kata Ahmed Al-Jubouri, anggota lain Parlemen dari Komite yang sama.

Di Twitter, tokoh aliran syiah Moqtada As-Sadr juga mengutuk keputusan Trump, dan menyebutnya "Istikbar" (congkak). Juru Bicara milisi syiah Hashd Shaabi, Ahmed Al-Asadi mengatakan di dalam satu pernyataan Irak mesti melarang warga negara Amerika memasuki Irak dan mengusir mereka yang ada di dalam wilayah Irak.

Pemerintah Irak tak bersedia mengomentari keputusan AS tersebut, tapi perintah Trump telah memicu kemarahan di Irak, tempat lebih dari 5.000 prajurit AS ditempatkan untuk membantu pasukan Irak dalam perang melawan petempur garis keras ISIS di Mosul, Irak Utara.

Pada Jumat (27/1), Trump memerintahkan penahanan empat bulan untuk mengizinkan pengungsi memasuki AS dan untuk sementara melarang pelancong dari Irak serta enam negara Muslim. Trump mengatakan tindakan itu akan membantu melindungi warga negara Amerika dari serangan pelaku teror.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement