Selasa 31 Jan 2017 14:06 WIB

Ma'ruf Amin: Tidak Etis Ahok Singgung Al-Maidah

Red: Ilham
KH Maruf Amin
Foto: Republika/Maman Sudiaman
KH Maruf Amin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin mengatakan, sebagai seorang non-muslim tidak etis Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menyinggung Surat Al-Maidah ayat 51 dalam pidatonya di Kepulauan Seribu. "Seharusnya Pak Basuki tidak bicara Surat Al-Maidah karena bukan Muslim, tidak etis dan tidak proporsional," kata Ma'ruf saat memberikan kesaksian dalam lanjutan sidang Ahok di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (31/1).

Ma'ruf pun menggarisbawahi bahwa Ahok telah menghina Alquran dan ulama terkait ucapannya tersebut. "Itu substansinya, yaitu kata-kata "dibohongi pakai Surat Al-Maidah 51", tidak ada korelasinya dengan isi seluruh pidato," kata Ma'ruf.

Namun, dirinya tidak mempermasalahkan apabila Surat Al-Maidah dikutip oleh seorang yang bukan ulama. "Dia yang bukan ulama kan nantinya dapat ilmu Surat Al-Maidah dari ulama karena yang paham ulama. Jadi, ulama juga yang jadi sumbernya," kata Ma'ruf.

Ma'ruf menyatakan sikap dan pendapat keagamaan terkait penodaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dibahas oleh empat komisi di dalam MUI. "Empat komisi yang terdiri dari komisi fatwa, perundang-undangan, pengkajian, dan informasi dan komunikasi (infokom) melakukan penelitian dan investigasi di lapangan kemudian melakukan pembahasan," katanya.

Setelah dilakukan pembahasan di empat komisi itu, kata Ma'ruf, hasilnya dilaporkan kepada pengurus harian.

"Kemudian dibahas lagi di pengurus harian termasuk saya. Pengurus harian itu ada ketua umum, wakil ketua, dan sekretaris-sekretaris. Pengurus harian inti ada sekitar 20 orang," katanya.

Ma'ruf menyatakan setelah pembahasan dalam pengurus harian kemudian lahir sikap dan pendapat keagamaan MUI yang menyimpulkan bahwa ucapan "dibohongi pakai Surat Al-Maidah ayat 51" itu mengandung penghinaan terhadap agama dan ulama.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan lima saksi dalam sidang kedelapan Ahok di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa. Dua saksi dari nelayan di Pulang Panggang, Kepulauan Seribu, yaitu Jaenudin alias Panel bin Adim dan Sahbudin alias Deni. Selanjutnya Ketua Umum MUI Ma'ruf Amin dan Komisioner KPU DKI Jakarta, Dahlia Umar. Satu saksi lagi yaitu Ibnu Baskoro sebagai saksi pelapor.

Ahok dikenakan dakwaan alternatif yakni Pasal 156a dengan ancaman 5 tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman empat tahun penjara. Menurut Pasal 156 KUHP, barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.

Sementara menurut Pasal 156a KUHP, pidana penjara selama-lamanya lima tahun dikenakan kepada siapa saja yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement