Rabu 01 Feb 2017 10:50 WIB

MUI: Ucapan Ahok Dibahas Guru Besar Fikih, Ushul Fikih, Hukum dan Tafsir

Rep: Rahmat Fajar/ Red: Bilal Ramadhan
Majelis Ulama Indonesia
Majelis Ulama Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Majlis Ulama Indonesia (MUI) bidang Infokom, KH. Masduki Baidlowi membantah sikap keagamaan terkait dugaan penistaan agama oleh Basuki Tjahja Purnama alias Ahok dikeluarkan secara mendadak. Masduki menilai, anggapan beberapa pihak yang menyebut sikap keagamaan diputuskan mendadak sangat tidak beralasan.

Namun, tambah Masduki, peserta dalam rapat pembahasan kasus ini, bahkan selalu lebih banyak dari rapat kasus lainnya. Masduki menyebutkan beberapa yang hadir dalam rapat kasus Ahok yaitu ketua MUI yang membidangi fatwa, ketua dan wakil-wakil komisi fatwa serta sekretaris dan sejumlah wakil komisi fatwa.

Selain itu, hadir juga lima guru besar dari berbagai bidang fikih, ushul fikih, hukum dan tafsir. Termasuk akademisi dari berbagai kampus seperti UIN Jakarta, UI, IIQ Jakarta, Uniat Jakarta, UAD, PTIQ pun tutur hadir. Kemudian rektor IIQ dan Direktur Pascasarjana IIQ juga ikut membahas.

“Proses cukup lama dan serius dilakukan dengan melibatkan empat komisi (Komisi pengkajian, komisi fatwa, komisi hukum dan komisi Infokom,” ujar Masduki dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Rabu (1/2).

Masduki menjelaskan, komisi pengkajian mengawali penelitian terkait ucapan Ahok dan hasilnya dilanjutkan ke komisi fatwa, hukum dan Infokom. Setelah itu, dibawa ke rapat pimpinan harian dan dirumuskan sebagai hasil rapat pimpinan.

Menurut Masduki, proses pembahasan pendapat dan sikap keagamaan MUI dimulai sejak awal Oktober 2016, sebelum MUI DKI Jakarta mengeluarkan surat teguran. Dengan begitu, Masduki menegaskan tidak beralasan sikap keagamaan MUI disebut dikeluarkan tergesa-gesa.

Pada 9 Oktober 2016, kata Masduki, MUI DKI Jakarta mengeluarkan surat teguran kepada Ahok. Kemudian pada 11 Oktober MUI Pusat mengeluarkan sikap keagamaan tersebut.

“Keduanya tidak bertentangan, bahkan paralel. Surat MUI DKI juga ditembuskan ke MUI Pusat yang juga dijadikan masukan dalam penetapan pendapat dan sikap keagamaan. Ketua umum dan Sekum MUI DKI juga menjadi anggota komisi fatwa MUI pusat,” kata Masduki.

Masduki juga menanggapi terkait beberapa pihak yang mempertanyakan kuorum rapat. Masduki mengungkapkan, dalam pedoman MUI, rapat komisi fatwa dapat dilaksanakan jika sudah mencapai jumlah anggota yang dianggap memadai oleh pimpinan. Karena itu, lanjutnya, kuorum tidak terkait dengan jumlah minimal kehadiran.

Masduki menegaskan, tudingan penasehat hukum Ahok kepada Kiai Ma’ruf menyembunyikan sebagai mantan Wantimpres merupakan tindakan sangat politis. Dalam BAP, pekerjaan Kiai Ma’ruf hanya disebutkan 12 item kesemuanya yang sedang dijalani. Sementara mereka tidak memasukkan pekerjaan yang sudah tidak dijabat seperti anggota DPR dan ketua komisi VIII DPR.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement